Marak Beredar Info Fenomena Aphelion, Ini Penjelasan Kepala Stasiun Meteorologi Nabire

(Kepala Stasiun Meteorologi Nabire, Husain Kamadi S.Tr)

Nabire, Belakangan beredar broadcast pesan di sejumlah sosial media salah satunya di Whatsapp terkait fenomena Aphelion di Indonesia yang membuat geger masyarakat Indonesia.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) menegaskan bahwa isu terkait fenomena Aphelion tersebut adalah isu yang tidak benar.

Hal tersebut disampaikan Kepala Stasiun Meteorologi Nabire, Husain Kamadi, S.Tr., kepada Nabire.Net, Selasa siang (11/07/2023).

Dijelaskan Kepala Stamet Nabire, memang Fenomena Aphelion jarak terjauh Bumi dari Matahari yang disebabkan rotasi Bumi dimana rotasi bumi ini tidak bulat sempurna, namun berbentuk elips dimana jarak terjauh Bumi terhadap Matahari biasa disebut Aphelion terjadi pada bulan Juli artinya ini merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kirasan bulan Juli. Hal ini tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan Bumi.

Dikatakan, masyarakat dihebohkan dengan isu cuaca dingin yang terjadi belakangan di Indonesia karena fenomena Aphelion. Dimana yang beredar, Aphelion terjadi diakibatkan karena jarak bumi dengan matahari dalam titik terjauh saat periode revolusi

Untuk itu BMKG menjelaskan, bahwa sebenarnya fenomena Aphelion adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli. Sementara kondisi cuaca dingin yang terjadi di wilayah Indonesia pada periode bulan Juli tidak terkait dengan fenomena Aphelion.

Saat Aphelion, posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi. Kendati begitu, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan bumi.

Fenomena suhu udara dingin, kata BMKG, sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli – September).

Saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT berada pada musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur-tenggara yang berasal dari Benua Australia.

Pada Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudra Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin.

Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.

Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari.

Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun, bahkan hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang.

[Nabire.Net]


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *