Briket Arang Dari Kulit Pohon Sagu Yang Dipamerkan Pada Festival Makan Papeda Di Jayapura
Jayapura – Sejak 28-30 September Festival Makan Papeda dalam gerabah mulai dilaksanakan di kampung Abaar, kabupaten Jayapura, Papua. Salah satu dari keistimewaan festival ini adalah para pengunjung bisa menikmati papeda dalam wadah gerabah sepuasnya. Selesai makan papeda, gerabahnya bisa dibawa pulang oleh pengunjung.
Tahun 2019 adalah tahun ketiga pelaksanaan festival makan papeda. Jika di tahun sebelumnya festival hanya dilaksanakan sehari, maka tahun ini festival akan digelar selama 3 hari.
(Baca Juga : Festival Makan Papeda Di Kampung Abar Sentani Akan Dilaksanakan 30 September 2019)
Ada yang spesial dalam Festival Makan Papeda dalam gerabah di Kampung Abaar tahun ini, yaitu dengan dipamerkannya hasil kreasi masyarakat Abaar yaitu briket arang dari kulit pohon sagu.
(Baca Juga : Festival Makan Papeda Di Kampung Abaar Jayapura Dilaksanakan 28-30 September 2019)
Selama ini dalam mengolah batang pohon sagu menjadi tepung sagu, batang pohon sagu ditokok, diambil sari patinya, sedangkan ampas dan kulit batang sagu dibuang begitu saja.
Berdasarkan hal tersebut, maka timbul pemikiran untuk memanfaatkan kulit pohon sagu sebagai bahan bakar.
Kulit pohon sagu yang kering, sebenarnya dapat langsung digunakan sebagai kayu bakar, namun selama ini sangat jarang, warga Abaar menggunakannya sebagai kayu bakar di dapur, hal ini dilatar belakangi tidak praktis dan api yang dihasilkan panasnya kurang maksimal.
Namun ternyata, setelah kulit pohon sagu dijadikan briket arang, hasilnya sangat luar biasa, menghasilkan api berwarna biru dan mampu bertahan selama tujuh jam.
Cara pembuata briket arang kulit pohon sagu oleh warga Abaar yaitu, kulit pohon sagu yang sudah kering dibakar di tempat terbuka, setelah merah membara, disiram air, sehingga yang tersisa hanyalah arang, arang ini dikumpulkan kemudian ditumbuk halus, kemudian bubuk arang ini dicetak dan dipadatkan menjadi briket.
Briket arang kulit pohon sagu sangat cocok digunakan dalam tungku tanah liat, masyarakat Abaar terkenal sebagai pembuat peralatan dapur dari bahan tanah liat. Sebelum ada briket arang ini, mereka telah membuat tungku masak dari tanah liat, namun hanya untuk kayu bakar.
Sehingga mereka mengkreasikan tungku tanah liat yang sudah ada sebelumnya didesain ulang untuk memasak menggunakan briket arang kulit pohon sagu. Prestasi masyarakat Abaar ini perlu dicontoh oleh masyarakat Papua lainnya, yang di daerahnya banyak terdapt pohon sagu.
*Penulis Hari Suroto, peneliti Balai Arkeologi Papua
[Nabire.Net]
Tinggalkan Balasan