Webinar Kesejarahan Nasional Bertema Rock Art dan Tradisi Megalitikum di Pantai Utara Papua
Jayapura – Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Papua bekerjasama dengan Balai Arkeologi Papua melaksanakan Webinar Kesejarahan Nasional, dengan mengusung topik ‘Rock Art dan Tradisi Megalitikum di Pantai Utara Papua.”
Acara ini dilaksanakan pada hari selasa, 23 Juni 2020 pukul 11.00 WIB, pukul 12.00 WITA dan pukul 13.00 WIT melalui aplikasi Zoom Meeting (500 peserta) dan live Streaming Chanel Youtube.
Nara sumber yang dihadirkan adalah Zubair Masud M.Hum dan Hari Suroto, S.S dari Balai Arkeologi Provinsi Papua, Dr. Pindin Setiawan Arkeologi ITB, Dr. Sumardiyansah Perdana Kusuma, M.Pd selaku Presiden AGSI dan Harjuni Serang selaku Ketua AGSI Provinsi Papua, dan dipandu oleh Syahrir Taklil, S.Pd Guru SMA N 45 Kota Jayapura selaku Moderator, dengan Host Srikandi Dwi Poncowati Guru Sejarah SMA N 1 Biak serta Notulensi Arifiah Djaelami, M.Si Guru Sejarah SMA N 4 ARSO Keerom.
Tujuan daripada webinar ini untuk memperkenalkan dan menginformasikan kepada masyarakat luas hasil budaya yang berada di ufuk timur Indonesia yaitu di Papua sebagai perkembangan Ilmu Pengetahuan serta dapat menjadi destinasi wisata.
Disini para nara sumber memperkenalkan peninggalan-peninggalan budaya prasejarah yang berada di daerah Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, tentang keberadaan Situs megalitikum Tutari yang merupakan perwujudan kehidupan nenek moyang mereka pada jaman dahulu.
Selain keindahan Danau Sentani dan kemegahan Gunung Cycloop, juga terdapat tempat-tempat wisata alam seperti bukit teletubbies yang merupakan hamparan bukit yang sangat luas yang ditumbuhi rerumputan hijau yang terhampar eksotis di sepanjang danau sentani.
Namun juga tidak ketinggalan pentingnya bahwa di bukit Tutari juga terdapat Situs megalitikum di sebelah barat danau sentani yang merupakan warisan atau peninggalan Suku Tutari, namun suku tersebut telah punah akibat perang suku yang terjadi dengan leluhur suku Doyo.
Sedangkan orang Doyo yang tinggal dikawasan situs Megalitikum Tutari bukanlah keturunan suku tutari, Nenek moyang mereka berasal dari Pulau Yonahang Di Danau Sentani.
Megalitik merupakan budaya yang muncul pada akhir jaman Prasejarah atau awal memasuki zaman sejarah, Situs megalitikum Tutari merupakan warisan budaya suku Tutari untuk kita sekarang ini yang syarat mengandung makna nilai-nilai budaya berupa nilai ketuhanan, kearifan, toleransi, keselarasan, gotong royong, persatuan dan kesatuan, nilai musyawarah untuk mencapai mufakat dan nilai estetika.
Nilai-nilai budaya yang diwariskan tersebut merupakan embrio dari kehidupan masyarakat Indonesia yang multikultural.
Dan yang lebih menarik lagi bahwa Badan Arkeologi Papua juga melakukan penelitian di Wilayah Keerom yang merupakan salah satu Kabupaten dari Provinsi Papua, Secara geografis wilayah ini berbatasan langsaung dengan Papua New Guinea.
Penelitian tersebut di fokuskan pada seni cadas atau Rock Art yang merupakan peninggalan arkeologi berupa gambar-gambar yang dibuat didinding dinding gua/ceruk, tebing karang dan pada permukaan batu besar gambar tersebut merupakan himpunan simbol-simbol atau lambang-lambang yang mengandung nilai kehidupan yang digambarkan sesuai dengan imajinasi yang dilatarbelakangi oleh ungkapan perasaan tertentu yang terkait dengan rasa kekhawatiran,rasa cemas,rasa aman dan rasa syukur misalnya simbol gambar ikan yang terdapat di Goa Kefai Ambea, Yambi Ahamrambru Beanumbala Naguhi.
Merupakan suatu janji kepada orang yang dimakamkan atau kepada leluhur untuk memperoleh hasil yang banyak pada tangkapan ikan tetapi jika ora ng mati itu meninggal karena memakan ikan maka kelluarga si mati berjanji tidak akan akan ikan tersebut.
Jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan oleh nenek moyang berupa lukisan gambar (rock art) yang berada di kabupaten keerom mengandung makna yang tersurat dan tersirat tentang nilai kehidupan berupa nilai perjuangan,menghargai, kegigihan, keuletan, patriotisme dan dapat menjaga kearifan lokal untuk menunjukan indentitas suatu daerah atau bangsa agar kita sebagai manusia sekarang dan manusia yang akan datang dapat meneladani dan melaksanakan nilai- nilai kehidupan tersebut.
Kegiatan Webinar berjalan dengan lancar dan sukses hingga berakhirnya kegiatan webinar yang memakan waktu kurang lebih 180 menit. Audensi masih bertahan sebanyak 429 melalui meeting zoom dan 140 peserta melaluli live streaming youtube, yang terdiri dari guru-guru Sejarah baik dari tingkat SLTP dan SLTA, para peneliti, penggiat sejarah dan lain-lain.
Antusias dari pada peserta ini dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang masuk baik secara langsung melaui RessHand, Melaui Q&A dan melaui Chat yang diantaranya berasal dari
Ibu Dwi Harumi dari AGSI Surabaya yang menanyakan tentang keterkaitan Budaya megalitikum yang berada di Bondowoso dengan budaya megalitik yang berada di Papua Khususnya yang berada di Bukit Tutari ?
Serta pertanyaan yang berasal dari bapak Sukadi tentang lukisan gua ( rock Art)
Tentang lulkisan Kastelo yang berada di Spanyol yang usianya 39.000 juta tahun yang lalu merupakan lukisan tertua di dunia, namun bagaimana dengan lukisan yang berada di gua
Liang-Liang dan ternyata usianya lebih tua dari lukisan yang ditemukan di Spanyol serta lukisan yang ditemukan di Indonesia lainya seperti di Papua, apakah ada hubungan atau keterkaitan antara lukisan di Spanyol, dan lukisan yang berada di Indonesia lainya ?
Serta pertanyaan yang berasal dari dari Daniel Candra Kusuma tentang Bagaimana Pemeliharaan dan pelestarian Cagar budaya tetap bisa terjaga agar generasi yang akan datang tidak kehilangan identias jati diri bangsanya. ?
Pertanyaan-pertanyaan yang masuk dapat di analisa dan didiskripsikan dengan baik oleh para nara sumber.
Webinar Nasional yang diselenggarakan oleh Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Papua yang bekerja sama dengan Balai Arkeologi Provinsi Papua berjalan dengan baik semoga tujuan dari webinar dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas dan dapat menarik para wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk datang dan berkunjung ke Papua.
“Papua Tanah yang kaya, surga kecil yang jatuh ke bumi. Belum lengkap rasanya ke-Indonesiaan anda jika belum berkunjung ke Papua.”
[Nabire.Net/Hari Suroto]
Tinggalkan Balasan