Pelajar SD Dan SMP Di Jayapura Diperkenalkan Rumah Peradaban Situs Megalitik Tutari

(Para pelajar SMP di Jayapura mengiikuti Rumah Peradaban Situs Megalitik Tutari)

Jayapura – Balai Arkeologi Papua menyelenggarakan kegiatan Rumah Peradaban Situs Megalitik Tutari Untuk Generasi Milenial, Rabu (20/11).

Kegiatan ini diikuti oleh pelajar SD, SMP serta guru pendamping di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, serta dilaksanakan di Situs Megalitik Tutari, Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura berkesempatan membuka kegiatan ini. Selama kegiatan berlangsung, pelajar tampak riang gembira, karena bisa melihat langsung Situs Megalitik Tutari.

Selain itu pelajar juga mengikuti lomba, yaitu menggambar peta NKRI, menggambar Garuda Pancasila, menggambar motif megalitik Tutari dengan media kertas, lomba bercerita cerita rakyat Sentani, dan lomba rekonstruksi gerabah.

Disamping itu ada juga games untuk pelajar yaitu yel-yel dan mop. Untuk guru pendamping, mereka mengikuti lomba swafoto dan vlog.

Kegiatan Rumah Peradaban di Situs Megalitik Tutari tahun 2019 merupakan kegiatan yang pelaksanaannya memasuki tahun ketiga. Siswa peserta yang mengikuti kegiatan ini merupakan siswa yang belum pernah mengikuti kegiatan yang sama pada tahun sebelumnya.

Juri yang terlibat dalam lomba merupakan pelaku seni dan akademisi. Lomba menggambar peta NKRI, Garuda Pancasila dan lomba menggambar motif Megalitik Tutari dengan juri Corry Ohee yang merupakan pelukis kulit kayu dari Pulau Asei, Daud Wally, pelukis asli Sentani berkarya dengan media kanvas, Ida Bagus Surya Peradantha dosen Institus Seni Budaya Indonesia (ISBI) Tanah Papua.

Lomba bercerita cerita rakyat Sentani dengan juri Elvis Kabey, kepala bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jayapura dan Andi Rumbiak dosen antropologi Universitas Cenderawasih serta Fitus Arung seorang jurnalis.

Lomba rekonstruksi gerabah dengan juri Naftali Felle, ketua kelompok pengrajin gerabah tradisional titian hidup Kampung Abar, serta dua peneliti Balai Arkeologi Papua yaitu Sri Chiirullia Sukandar dan Bau Mene.

[Nabire.Net/Hari.Suroto]


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *