Victor Yeimo Ditangkap Karena DPO, Ketua PNWP Sesalkan Sikap MRP

Ketua Komite Nasional Papua  Barat  (KNPB)  Victor Yeimo bersama 6  orang  aktivis lainnya  ditangkap polisi saat menggelar demo di Kantor MRP, Kotaraja, Senin (13/5) sekitar pukul 11.30 WIT. Sementara itu dua polisi dilaporkan terluka akibat kena lemparan batu massa. Keduanya adalah Kabag Ops Polres Jayapura Kota Kompol Kiki Kurnia mengalami luka robek di bagian siku lengan kanan dan seorang anggotanya Briptu Affandi mengalami  luka  memar di dada kiri, setelah sempat  bersitegang dengan massa KNPB di Depan Bundaran Perumnas III Waena.  

Kabid Humas Polda Papua Kombes I Gede Sumerta Jaya saat dikonfirmasi mengatakan, saat ini Viktor Yeimo sedang dimintai keterangan. “Kami mengamankan Viktor Yeimo karena tidak memiliki izin untuk menggelar aksi unjuk rasa,”kata dia.

Viktor Yeimo saat ini dimintai keterangan oleh penyidik, karena mengerahkan ratusan massa untuk turun menggelar aksi unjuk rasa tanpa memiliki izin. “Bukan hanya mengerahkan ratusan massa, tapi Viktor juga menyerukan kepada seluruh rakyat Papua berdemonstrasi, inilah dasar kami untuk mengamankan yang bersangkutan,”ucapnya.

Selain itu, ternyata  Victor Yeimo berstatus  sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO)  Kantor  Kementerian Hukum dan HAM Papua. Victor  Yeimo melarikan diri  dari Lapas   Abepura  ketika  tengah menjalani  hukuman selama  tiga tahun  pada  tahun 2009 silam, tapi  hanya  dijalaninya selama  Sembilan bulan terkait  kasus penghasutan.

Pasca  penangkapan  Victor  Yaimo,   Polres Jayapura Kota berkoordinasi dengan Direktorat Polda Papua serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Papua  dibawa ke Lapas Abepura untuk kembali menjalani kembali proses hukum.

I Gede  menandaskan, enam orang lainnya  masih menjalani pemeriksaan intensif di Polres Jayapura.  Mereka adalah Sekretaris Jenderal (Sekjend) West Papua National Authority (WPNA), Marthen Manggaprow, dan lima lainnya merupakan anktivis KNPB yaitu Yongky Ulimpa, Elly Selek, Nopelos Asso, Melly Gombo dan Nius Hiluka.

Mereka ditangkap ketika demo dari massa KNPB lakukan longmarch dari Perumnas III menuju Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) berlangsung ricuh, kemarin siang Senin (13/5) sekitar pukul 13.00 WIT.

Sementara itu, Ketua Umum Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Buchtar Tabuni menyesalkan sikap MRP yang seakan-akan tidak mau mendengar aspirasi dari rakyat Papua. “Jadi, saya sangat menyesal atas insiden penolakan MRP yang tidak ingin menemui massa pendemo hingga adanya aksi penangkapan terhadap tujuh orang oleh aparat kepolisian. Walaupun dari pihak keamanan hanya menyetujui 10 orang perwakilan untuk menyampaikan aspirasi ke MRP, tapi yang harus diketahui disini bahwa MRP ini kan lembaga kultur orang asli Papua yang mempunyai lembaga tersendiri sehingga MRP ini juga mempunyai aturan dan ketegasan sendiri, bukannya asal menerima dan mendengar pendapat dari pihak–pihak lain. Misalnya kalau dari pihak kepolisian maunya perwakilan sebanyak 20 orang, maka MRP yang harus tegas untuk ambil keputusan soal itu karena aspirasi dari rakyat Papua akan disampaikan disana. Namun kenyataannya mereka (MRP) sudah bekerjasama dengaan aparat kepolisian, sehingga ini yang membuat kami kesal,” sesal Ketua Umum Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Buchtar Tabuni kepada wartawan di depan gerbang Kampus Uncen Atas, Perumnas III – Waena, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, kemarin siang Senin (13/5).

Buchtar menyatakan, “Kami yakin bahwa tidak mungkin di negara ini ada MRP dan juga tidak mungkin ada anggota MRP kalau tidak ada orang – orang yang berteriak Papua Merdeka saat menggelar aksi demo tadi. Sekarang saya mau bertanya ke MRP, kontribusi kalian yang berteriak Papua Merdeka itu seperti apa. Hanya mau sampaikan aspirasi saja mereka (MRP) tolak dan betul–betul kurang ajar orang–orang yang ada di MRP tersebut, sehingga lakukan kerjasama dengan aparat kepolisian.

Jadi MRP ini harus bertanggungjawab untuk mengeluarkan 7 orang yang ditangkap oleh aparat kepolisian. Karena saya mempunyai keyakinan tanpa ada komunikasi dari pihak MRP tidak mungkin aparat kepolisian mengambil tindakan seperti itu, sehingga yang harus mereka sadari disini adalah tidak mungkin ada lembaga kultur orang asli Papua yaitu MRP dan anggota – anggota MRP jikalau tidak ada orang – orang yang berbicara atau berteriak Papua Merdeka.

MRP itu tidak punya kontribusi sama orang – orang yang berteriak Papua Merdeka, dimana mereka cuma hanya enak makan, tidur dan terima gaji buta saja. Saya punya keyakinan kalau tidak ada yang bicara Papua Merdeka pasti juga tidak ada itu namanya MRP, dan ini keterlaluan buat kami yaitu Habis Manis Sepah Dibuang yang pantas dilayangkan kepada MRP sekarang ini,” kata Buchtar Tabuni.

Menurut Buchtar, aksi demo yang dilakukan saat ini adalah pertanggungjawaban negara atas terjadinya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat TNI/Polri pada peringatan 1 Mei 2013 lalu di beberapa wilayah di Papua Barat.

Buchtar mendukung dengan adanya pendirian Kantor OPM, di Oxford – London. “Maka itu kami membuat dukungan terhadap pendirian Kantor OPM di Oxford – London, dan juga dukungan kepada negara – negara Pasifik untuk mendaftarkan Papua Barat ke MSG. Tapi inti dari demo ini adalah penembakan terhadap masyarakat sipil Papua adalah suatu pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan yang harus bertanggungjawab adalah TNI/Polri,” ujarnya.

Sementara itu, Juru Bicara KNPB Wim Rock Medlama mengtakan, terjadinya kekacauan pada aksi demo damai yang dilakukan itu berawal dari pihak TNI/PORI. Menurut dia,sebelum menuju ke kantor MRP para massa pendemo berkumpul di beberapa titik salah satunya ada di gapura uncen perumnas III, Abepura.

“Pagi jam 6 itu kawan – kawan dari BEM Uncen, kawan – kawan dari Rusunnawa  unit satu sampai enam sudah turun pada pukul 7.30 itu mereka sudah turun melakukan pemalangan trus teman – teman sudah melakukan orasi –orasi politik di tempat ini, habis itu kita masih orasi teman – teman sudah kumpul pihak aparat keamanan sudah mulai datang, datang sudah mulai kepung kita ditempat ini dengan  di back up dengan aparat Brimob Polda Papua,” kata dia di Gapura Uncen Perumnas III,Senin(13/5) kemarin.

Jelang beberapa jam melakukan orasi dan berkumpul di gapura uncen,dan melakukan negoisiasi dengan pihak kepolisian agar massa bisa sampai di kantor MRP. Alhirnya pihak keamanan memberikan dua morot untuk mengawal massa menuju kantor MRP.

“Kemudian negosiasi – negosiasi untuk bagaimana akses untuk kita bisa sampai di kantor halaman MRP akhirnya pihak keamanan sediakan beberapa motor untuk kawal kesana, motor – motor semua di arahkan dibelakang dan itu sudah bagus, kemudian ada motor dari arah lain yang mau gabung begini mobil dalmas yang lihat langsung tabrak motor dengan teman yang mengendarai motor ini itu langsung jatuh trus aparat dong turun baru injak – injak dia,tampar dia, pukul dia sampai tangan patah, dan sementara menjalankan pengobatan dirumah sakit Abepura,”kata dia.

Menurut dia,semenjak aksi itu kacau ada empat orang teman yang ditangkap di aniaya oleh pihak kepolisian. Dalam manajemen aksi yang sudah di buat tidak ada di dalam yang menyebutkan bahwa pihaknya akan melakukan tidakan – tindakan anarkis. ”Tapi kami melihat pihak ketiga sengaja menyusup untuk melakukan pengacauan aksi damai yang dilakukan oleh rakyat papua pada hari ini,”ujarnya.

Sementara itu, terkait kunjungan ke MRP, jubir KNPB ini mengatakan pihaknya sangat kesal dengan tingkah laku ketua MRP, dan bawahannya yang mana mereka seharusnya membela rakyat namun mereka sebaliknya tidak menerima rakyat.

“Kami ke MRP itu karena kami tahu disana itu adalah honainya rakyat, MRP ada karena rakyat yang memilih mereka, tidak mungkin kalau rakyat bicara Papua merdeka tidak mungkin ada kantor MRP sana, tidak mungkin ada orang – orang yang duduk di dalam sana itu yang kita pergi bagaimana kita menyalurkan aspirasi kepada mereka, tapi mereka ada kompromi dengan pihak aparat keamanan malahan kita rakyat ini sementara ada melakukan perlawanan, trus dari ketua MRP,Wakil dan lain – lain semua menolak kita mereka meminta hanya perwakilan, ini semua perwakilan rakyat yang tidak bisa datang hari ini,”ujarnya lagi.

Kata dia, sebelumnya Buktar Tabuni sudah melakukan negosiasi dengan pihak MPR dalam hal ini ketua MRP namun ketua MRP tidak terima.

“Buktar Tabuni sendiri sudah melakukan negosiasi menghadap dengan MRP sudah dua kali tapi tidak terimah hanya meminta bersihkeras untuk perwakilan. Menurutnya Ketua MRP mengtakan saya tidak mau ketemu dengan semua masa yang begitu banyak, hanya perwakilan, inikan proses awal yang sudah dikeluarkan oleh ketua MRP sendiri berartikan pada prinsipnya ketua MRP tidak mau terima,”kata dia.

Atas indisen penahanan itu dia meminta kepada pihak Polda Papua untuk membebaskan empat anggota yang ditahan.

(Sumber : Bintang Papua)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *