Membentuk Kreativitas Remaja di Kota Nabire untuk Menekan Jumlah Penghisap Lem Aibon

Nabire, Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Secara psikologis, masa remaja merupakan masa peralihan kehidupan, dan belum ada pedoman hidup. Remaja mencari identitas diri, mereka menemukan banyak sumber nilai di luar keluarga, dan semakin banyak model nilai yang ditiru.

Nilai-nilai yang sangat mempengaruhi mereka terdapat pada lingkungan pertemanan. Jika memperoleh lingkungan yang memberikan nilai-nilai yang baik, maka pencarian identitas diri tidak menjadi sebuah masalah, tetapi jika sebaliknya, hal itu cenderung menimbulkan masalah dalam dirinya. Disinilah mereka memasuki masa kacau dan paling rentan, sehingga mereka mulai berperilaku menyimpang, salah satunya menyalahgunakan lem aibon.

Maraknya perilaku menghirup lem aibon bukanlah sesuatu yang asing lagi bagi para remaja. Bahkan di kota Nabire sendiri, kasus remaja menghisap lem masih banyak dan menjadi hal yang lumrah dan terpublikasi. Kebiasaan remaja mengkonsumsi lem aibon sepertinya sudah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi mereka.

Dampak besar yang terjadi pada remaja pecandu lem aibon mengakibatkan mereka tidak mempunyai masa depan yang cerah. Selain itu, kebiasaan menghirup lem aibon dapat menimbulkan efek negatif terhadap tubuh. Efek tersebut antara lain kerusakan jangka panjang pada fungsi otak akibat zat kimia yang terkandung dalam lem dapat merusak saraf, sehingga remaja akan mengalami penurunan aktivitas, fungsi organ tubuh terganggu seperti pada jantung, paru-paru, hati, sel darah dan ginjal. Efek lem aibon ini bisa menimbulkan halusinasi hingga kematian.

Lantas, apa yang harus kita lakukan untuk membantu anak-anak remaja generasi penerus bangsa, terutama Papua? Sebenarnya banyak hal yang sudah pemerintah lakukan dan juga masyarakat.

Pada Hari Anak Nasional Juli 2019, Forum Peduli Generasi Emas Papua dan Kena telah melakukan aksi dan mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan permasalahan ini dengan membuat peraturan daerah dan mengawasi anak-anak dengan sistem siskamling pada malam hari. Aksi tersebut langsung ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten Nabire pada tahun yang sama, dengan membuat larangan yang tertera dalam Surat Pemberitahuan/Edaran Bupati Nabire No 422/1383/SET, terkait larangan menjual bahan yang mengandung Zat Psikotropika ke remaja Nabire.

Namun, dari tindakan yang sudah dilakukan rasanya belum efektif jika belum adanya solusi untuk anak-anak remaja. Remaja di kota Nabire masih mempunyai minat tinggi dalam berinteraksi sosial dan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan pemerintah, dimana biasanya anak-anak perkotaan besar saat ini sudah tidak ada minat dalam bersosialisasi dan lebih senang dirumah.

Dengan budaya berinteraksi yang dimiliki remaja-remaja di kota Nabire, dapat kita manfaatkan dengan membuat wadah untuk menampung kreativitas yang mereka miliki. Kreativitas tersebut dapat diolah dengan membuat pelatihan sepak bola, bola voli, basket maupun renang dilihat banyak remaja di Kota Nabire yang mempunyai potensi besar dalam bidang olahraga.

Selain itu dapat juga membentuk komunitas yang mengajarkan nilai-nilai budaya seperti mengajarkan budaya tarian, musik, membuat produk dari bahan alam sehingga nilai-nilai budaya dapat terus dilestarikan dan anak-anak remaja mendapatkan pilihan kegiatan dalam mengisi waktu kosong mereka. Dengan demikian diperlukan bantuan pemerintah dalam menunjang sarana prasarana dan membentuk pengurus yang dapat sepenuhnya fokus berkontribusi membangun anak-anak remaja Nabire, serta bantuan tokoh masyarakat dalam mengerakan masyarakat mengayomi anak-anak remaja menuju arah yang lebih baik. (JMW)

[Nabire.Net]


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *