Kesaksian Suami Korban Rusuh Tinju Nabire
Dua korban rusuh tinju di Nabire, harus dirujuk ke Jayapura. Kedunya sejak, Selasa, (16/7) dievakuasi dari Nabire menggunakan pesawat Enggang Air.
Kedua korban tersebut masing-masing Makarina Tekege (11 tahun) dan Ny. Rena Lasol (35 tahun). Keduanya hingga kini belum sadarkan diri. Rena sementara ini di rumah sakit Bhayangkara Vuria Kotaraja, sementara Makarina Tekege menjalani perawatan di rumah sakit Marthen Indey Klofkamp, Jayapura.
Suami dari Rena Lasol, Willem Misiro mengaku, isterinya bersama dia saat itu terinjak-injak oleh banyaknya penonton yang berhamburan merebut satu pintu di GOR Kota Lama Nabire. Nasib naas, itu menimpa mereka ketika terlambat lari dari dalam ke luar. Dalam sekejab, ia dan istrinya terinjak-injak.
“Waktu pertandingan itu kita datang pas pertandingan sudah pertengahan ronde kedua saat partai final antara Yulianus Pigome dan Alfius Rumaropen. Terus main dan Rumaropen punya pukulan banyak yang masuk. Sudah jelas masuk, pas sampai berakir, wasit ambil keputusan Rumaropen yang menang. Setelah itu mereka mau tentukan yang juara-juaranya, dan sudah terjadi saling lempar kursi,” ujarnya.
Dia mengaku, dirinya bersama isterinya berada di depan pintu keluar dan saat itu hanya satu pintu yang digunakan untuk keluar masuk penonton. “Jadi mereka sudah lempar kursi kiri kanan, dan kacau langsung kita lari, saya pegang maitua kita lari keluar. Terus maitua sandal terlepas. Tapi kami terlambat, mereka dari belakang dorong, langsung kita yang depan jatuh tertidur jadi yang dibelakang langsung menginjak. Saya juga diinjak bersama isteri saya. Isteri saya disebelah menyebelah dengan saya,” kenang Misiro dengan mimik sedih.
“Jadi yang dibelakang hanya lari saja diatas kita. Saat itu isteri saya sudah tidak sadar dan saya minta tolong sama anak-anak yang saat itu memberi pertolongan. Ada tiga orang yang tarik isteri saya. Saya bilang tolong, tarik dia kasih keluar,”ungkap Misiro terbata-bata. Saat tarikan pertama tidak bisa, kedua dan ketiga baru isterinya bisa tertolong.
“Terus mereka bantu saya dan selanjutnya saya berusaha lihat isteri saya tapi tidak bisa bernafas dengan baik, dan saat itu saya ambil inisiatif memberi bantuan nafas dari mulut saya. Saya kasih nafas buatan dan saya punya isteri bisa bernafas. Dan pas ambulance datang langsung antar isteri saya ke rumah sakit,” ungkapnya.
Saat itu dia dengan isterinya meninggalkan dua anaknya dijaga oleh orang tuanya di rumah. Misiro mengakui GOR hanya daya tampung 500 orang, namun yang datang saat tinju tersebut 1500 orang. Dia mengaku, rusuh tinju itu banyak versi selain karena pendukung Pigome tetapi juga dari orang mabuk.
“Mungkin dari situ juga. Kita tidak tau karena kita diluar. Kami berdua masuk karena dikasih bebas masuk,”ungkapnya lagi. Dia mengatakan, pada babak penyisihan yang masuk pake karcis, dan final dikasih bebas. Dia juga sulit memprediksi aparat yang berjaga. “Saya tidak tau karena langsung kedalam, sejak kejadian saya tidak tau berapa,” tuturnya.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi Pengprov Pertina Papua, Beny Maniani mengakui, sejarah rusuh tinju di Nabire adalah sejarah terbesar di tanah Papua dan mungkin pula di Indonesia. Atas opini yang tidak jelas berkembang di ranah publik, ketua umum Pengprov Pertina Papua, Klemen Tinal berharap untuk seluruh pengurus Pertina Papua tidak mengeluarkan statement yang tidak mendasar.
“Diharapkan kepada semua warga Pertina Papua supaya no coment. Biarkan aparat kepolisian yang menangani masalah tragedi Nabire karena masalah tersebut bukan karena keputusan pertandingan, akan tetapi masalah penonton yang mengakibatkan musibah itu terjadi,” ujar Klemen Tinal.
(Sumber : TabloidJubi)
Tinggalkan Balasan