Kemenhan Gelar Pertemuan Dengan Para Tokoh di Nabire

Untuk menjaring permasalahan yang terjadi di Papua, Kementrian Pertahanan (Kemenhan) RI menggelar pertemuan bersama tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat (Tomas, Toga dan Todat) Kabupaten Nabire.

Pertemuan yang juga dihadiri Muspida dilaksanakan di aula Makodim 1705/Paniai, Rabu (13/3).

Dari Kementrian Pertahanan hadir Alex Susilo Wijoyo dan staf ahli Prof. Dr. Susanto Zuhdi yang juga Dosen Universitas Indonesia (UI).

Sementara dari Muspida Plus, hadir Wakil Bupati Nabire, Mesak Magai, S.Sos, M.Si, Ketua DPRD Titi Yuliana Worabay Marey, Dandim 1705/Paniai, Letkol Inf. Rudy Jayakarta Runtuwene, Kapolres Nabire AKBP. Bahara Marpaung, SH, Kejari diwakili Kasi Intel Muhamad Setiawan, SH, Ketua Pengadilan Negeri Nabire Nelson Panjaitan, SH, Danyonif 753/AVT diwakili Wadanyonif, Danden Zipur 12/OHH Nabire Mayor Czi. Zaenal Arifin, Dandensubden POM XVII/1-2 Nabire Kapten CPM.Heri Permana.

Dalam pembukaan pertemuan tersebut Alex Susilo Wijoyo mengatakan, maksud dan tujuan datang ke Nabire dan melakukan tatap muka dengan tokoh-tokoh baik masyarakat, agama dan adat adalah untuk mendengar, menjaring permasalahan tentang Papua dari prespektif Kementrian Pertahanan.

Pertemuan dibagi dalam kelompok. Kelompok tokoh masyarakat dan tokoh adat, tokoh agama dankepala suku serta kelompok Muspida.

Dari setiap kelopompok, Kemenhan meminta untuk menuliskan 5 permasalahan yang terjadi di Papua, namun pada kenyataannya setiap kelompok mengajukan lebih dari 5 permasalahan yang diminta Kemenhan.

Dari kelompok Tomas dan Todat, pertama, meminta perbaikan terhadap sistem pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) mulai dari tingkat pust sampai kabupaten.

Kedua, jiwa dan roh dari UU 21 Tahun 2001 tentang Otsus yang tersisa tinggal 9 tahun dikelola baik agar rakyat Papua sejahtera, pencabutan aturan  dan UU yang sudah tidak berpihak lagi terhadap rakyat Papua, pengakuan terhadap hak bawaan yang melekat pada orang Papua Asli.

Ketiga, pemberian kesempatan kepada rakyat Papua untuk pemanfataan sumber-sumber penghidupan hutan, tanah dan laut untuk dikelola guna kemakmuran rakyat Papua.

Keempat, Pemerintah RI mengupayakan dialog Jakarta-Papua yang dimediasi oleh pihak ketiga.

Kelima, mengurangi penambahan pasukan di Papua.

Kelompok kepala suku, meminta agar pamekaran wilayah di Papua tidak didasarkan atas kehendak Pemerintah pusat tetapi melihat suku dan kultur budaya Papua.

Meminta agar Probinsi Papua Tengah segera direalisasikan mengingat pamekaran Papua Tengah satu UU dengan pamekaran Provinsi Papua Barat yang telah direalisasikan.

“Kami meminta pada bulan Juni ini Provinsi Papua Tengah direalisasikan dan ibukotanya di Nabire karena merupakan pintu masuk kabupaten-kabupaten lain di wilayah pegunungan tengah Papua,” ungkapnya.

Kelompok ini juga meminta agar P4 diaktifkan kembali sebagi kurikulum di sekolah-sekolah di Nabire.

Senada dengan kelompok tokoh adat dan masyarakat, para kepala suku meminta agar dibuka dialog Jakarta-Papua yang dimediasi pihak ketiga serta meminta penghentian pengiriman bantuan baik sipil maupun TNI-Polri.

Sementara dari kelompok agama, menyampaikan sejumlah permasalahan di Papua dimana terjadi sejumlah krisis utamanya krisis iman dan keteladanan.

Menurutnya, terjadi krisis keteladanan kepemimpinan, pendidikan keagamaan, krisis keteladanan dalam keluarga, penyediaan dana pendidikan yang memadai.

Dalam hal ekonomi terjadi kesenjangan sosial, sektor kesehatan sarana kesehatan belum diimbangi dengan tenaga medis yang profesional serta ketersediaan obat-obatan yang memadai serta bidang infrastruktur masih belum memadainya jalan yang menjadi akses ke daerah-daerah terpencil.

Ditambahkan Pdt.Nato Gobai, bahwa Otsus Papua pada intinya disediakan bagi 5 pilar yakni pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, infrastruktr dan keimanan dan ketaqwaan.

“Otsus diperuntukkan untuk 5 pilar, lalu sejauh mana pemerintah pusat secara konsekwen membnagun 5 pilar itu.Pemerintah harus sungguh-sungguh dalam melakukan pembangunan 5 pilar di Papua.Triyunan uang telah dikucurkan pemerintah pusat namun hingga kini pembangunan belum terlihat dan kesejahteraan rakyat Papua masih sangat jauh dari harapan,” ungkapnya.

(Sumber : Papuapos Nabire)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *