Forum Kerja Oikumenis Meminta Pemerintah RI Hentikan Segala Bentuk Kekerasan Di Papua
Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja Papua meminta pemerintah Indonesia menghentikan segala bentuk kekerasan dan penindasan di Bumi Cenderawasih.
Di Hut kemerdekaan Indonesia yang ke-68, Forum Gereja meminta pemerintah membuka diri guna menyelesaikan masalah Papua, secara demokratis dan bermartabat dengan cara dialog dengan rakyat Papua yang dimediasi oleh pihak internasional yang netral.
“Kami meminta Juha Christensen dari PACTA, yang pernah memediasi dialog konflik ACEH/GAM dan RI untuk menjadi penengah dalam dialog antara Papua dan Indonesia,” kata Ketua Forum Kerja Oikumenis Gereja-Gereja Papua, Pendeta Benny Giay, Jumat (16/8).
Hingga saat ini pihaknya melihat kemerdekaan Indonesia masih menunjukkan wajah kekerasan di tanah Papua. Salah satunya kebebasan berekspresi di Bumi Cenderawasih masih dikekang.
“Tuntutan dialog, Papua Merdeka atau aksi demo mendukung kunjungan MSG (Organisasi antarnegara Melanesia atau Melanesian Spearhead Group, red.) ke Papua dan Indonesia masih terus disuarakan oleh para aktivis,” ujarnya.
Catatan Aksi Kekerasan
Beberapa catatan dari gereja-gereja bahkan menyebutkan sejumlah warga Papua ditembaki saat melakukan unjuk rasa. Diantaranya pada 1 Mei 2013, masyarakat di Kota Biak dan Timika, sebanyak tiga orang ditembaki saat mengibarkan Bintang Kejora.
“Seorang aktivis yang terlibat pengibaran Bintang Kejora di Biak ditembak di kaki kiri; selain dia, dua warga PNS lainnya mengalami luka tembak ringan. Di Timika pengibaran BIntang Kejora dibubarkan dengan paksa sambil melepas tembakan peringatan. Di Sorong, saat mengadakan doa memperingati 1 Mei sebagai hari aneksasi di Aimas, Sorong; menewaskan tiga orang dan melukai tiga warga lainnya,” paparnya.
Sejumlah unjuk rasa di Papua hingga saat ini terus dibubarkan dengan paksa, diantaranya unjuk rasa Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Jayapura dan unjuk rasa mahasiswa di depan Gapura Uncen Perumnas III yang mendukung Papua Barat untuk diterima sebagai anggota MSG.
Forum gereja juga mencatat bahwa negara melakukan pembiaran kepada masyarakat Papua sehingga meninggal dengan sia-sia. Di antaranya adalah 9 April 2011,
61 orang warga dilaporkan tewas di Distrik Somagaik, Yahukimo sejak pertengahan Januari 2013 lantaran kelaparan dan kurangnya akses kesehatan. Pada 29 April 2013, Sebanyak 535 orang warga Kabupaten Tambrauw diserang penyakit, kekurangan gizi dan 95 orang warga dilaporkan meninggal dunia lantaran kelaparan.
Lalu pada 24 Mei 2013, Rias Bugimonu, Ketua Ikatan Mahasiswa Pelajar Pogoma (mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jayapura asal Distrik Pogoma, Kabupaten Puncak) melaporkan penderitaan yang dialami warganya terkait kematian 29 warga lantaran wabah penyakit dan kelaparan.
“Mereka menyebutkan penyakit yang menimpa warga dan balita yang kekurangan gizi dan kelaparan yang sedang menimpa warga Distrik Pogoma khususnya dari kampung-kampung: Pogoma, Gagama, Baksini, Wakme, Bina, Molu dan Kempu,” jelasnya.
Pihaknya juga mencatat sebanyak 17 warga meninggal dunia di Halaman Gedung Olah Raga (GOR) Kota Lama Nabire saat pulang ke rumah setelah pertandingan Tinju Bupati Cup berakhir dengan Pengalungan Medali para pemenang/juara.
Lalu, penembakan kepada warga sipil juga terus berlanjut, misalnya saja pada 8 Agustus 2013 Irwan Yanengga 19 tahun di tembak mati oleh Anggota polisi dari Polres Jayawijaya. Kasus lainnya adalah kasus Arlince Tabuni, 12 tahun yang ditembak mati oleh anggota Kopassus di Lany Jaya pada 1 Juli 2013.
(Sumber : KBR68H)
Tinggalkan Balasan