DPRK Nabire Tegaskan Komitmen Tertibkan Miras, Tak Ada PAD dari Minuman Beralkohol
Nabire, 1 Juli 2025 – Wakil Ketua Komisi B DPRK Kabupaten Nabire, Marius Kayame, menegaskan pihaknya tidak tinggal diam terkait maraknya peredaran minuman beralkohol (miras) yang belakangan memicu keresahan masyarakat. DPRK bahkan telah menyusun langkah konkret mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang pengendalian dan pelarangan minuman keras, khususnya minuman oplosan.
Hal tersebut disampaikan Marius Kayame kepada awak media melalui sambungan telepon pada Selasa, 1 Juli 2025.
“Kami DPRK Nabire tidak tinggal diam. Kami sudah siapkan langkah-langkah konkret, termasuk mendorong lahirnya perda pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol serta pelarangan minuman oplosan,” tegas Marius.
Menurutnya, perda tersebut menjadi upaya lanjutan dari terbitnya Peraturan Bupati Nabire Nomor 20 Tahun 2025 yang mengatur pengendalian minuman beralkohol di wilayah Nabire. Namun, ia menilai regulasi daerah yang lebih kuat dan komprehensif sangat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan miras yang meresahkan.
“Kami baru sekitar lima bulan dilantik, tapi kami sudah bekerja keras. Fokus kami adalah melindungi masyarakat dari bahaya miras, terutama minuman oplosan yang sangat mematikan dan merusak,” lanjutnya.
Marius juga membantah isu yang menyebut peredaran miras di Nabire bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia menegaskan, berdasarkan pengecekan DPRK ke instansi terkait, tidak ada kontribusi PAD yang berasal dari minuman beralkohol.
“Sangat keliru kalau ada yang bilang miras diizinkan demi PAD. Faktanya, tidak ada satu rupiah pun PAD Nabire yang bersumber dari minuman keras,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, selama ini yang masuk ke daerah hanya Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat, bukan hasil langsung dari pajak atau retribusi miras di tingkat kabupaten.
Terkait izin peredaran miras, Marius mengatakan sebagian besar kewenangannya ada di tingkat provinsi dan pusat, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013. Namun untuk pengecer atau kategori tertentu, kewenangan tetap ada di pemerintah daerah.
DPRK Nabire, kata dia, sudah melakukan serangkaian langkah strategis, termasuk memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, menelusuri perizinan, hingga merancang regulasi yang mengatur peredaran miras secara ketat.
“Kami juga akan melibatkan seluruh stakeholder, tokoh agama, tokoh adat, pemuda, perempuan, dan masyarakat umum dalam pengawasan peredaran miras nantinya,” jelasnya.
Marius mengingatkan, sebagai ibu kota Provinsi Papua Tengah, Nabire adalah rumah bersama bagi semua suku dan masyarakat dari delapan kabupaten. Karena itu, masalah miras harus diselesaikan secara bersama-sama.
“Kami minta semua pihak bersabar, percayakan proses ini ke DPRK. Tahun ini kami targetkan perda soal pengendalian miras, khususnya larangan minuman oplosan, harus tuntas,” tegasnya.
DPRK juga akan mengagendakan pertemuan bersama seluruh elemen masyarakat untuk membahas miras, sebelum perda tersebut disahkan dan diterapkan.
“Setelah perda jadi, kami akan lakukan sosialisasi besar-besaran. Pengawasan harus melibatkan semua pihak, karena bahaya miras, khususnya oplosan, sudah merusak banyak generasi,” tutupnya.
[Nabire.Net/Musa Boma]
Beliau punya Visi Misi bagus sekali, tapi kami masyarakat Nabire tidak serta-merta percaya bantahan yang menyatakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bukan dari pajak miras, karena anak SD kelas 6 Pun tau kalau Pajak Miras kabupaten Nabire itu sangat tinggi. keluhan penjual miras mengenai harga miras yang mereka naikan itu dikarenakan Harus membayar pajak yang cukup besar kepada Pemda.
lebih baik lagi ditutup semua toko miras