Sikap Lemasa Timika Atas Kasus Di Pomako

(Foto.Direktur Lemasa Timika)

Dari sejarah diketahui Suku Komoro, Suku Sempan, Suku Asmat mempunyai satu leluhur dan mereka mempunyai budaya yang hampir sama, mereka juga hidup bergantung kepada ikan dan sagu, atau istilahnya S3 yaitu Sagu, Sampan, sungai, inilah kehidupan orang komoro.

Seperti diketahui, sebelumnya sempat terjadi bentrok antar nelayan di Kantor Polsek Kawasan Pelabuhan Nusantara Pomako. Peristiwa ini menyebabkan satu warga nelayan tewas setelah diduga tertembak di bagian perut.

Bentrok nelayan di Kawasan Pelabuhan Pomako pada Rabu (9/8/17) berawal saat dilakukan pertemuan membahas aturan pembayaran retribusi nelayan non Papua yang beroperasi di wilayah itu.

Menurut, salam Papua, Informasi yang dihimpun, sebelumnya seorang warga menahan dan merampas perahu para nelayan non Papua. Oknum tersebut mengancam akan mengusir mereka jika tidak membayar sejumlah uang setiap bulannya.

Pemkab Mimika melalui Dinas Perikanan dan Kelautan kemudian menerbitkan moratorium (penghentian sementara) aktifitas nelayan non Papua di wilayah perairan Mimika.

Moratorium ini diterbitkan agar persoalan nelayan tersebut diambil alih oleh Dinas Perikanan Mimika. Termasuk mekanisme adanya penarikan retribusi resmi kepada pemerintah kampung guna menghindari terjadinya Pungli.

Terkait dengan Pelaku penembakan, LEMASA Timika meminta agar oknum aparat yang melakukan penembakan di hukum sesuai dengan KUHP dan yang bersangkutan dipecat dari kesatuan agar menjadi pelajaran bagi anggota yang lain.

LEMASA Timika meminta kepada Pemda Mimika agar Segera terbitkan Perbup, dalam perbup mimika harus mengatur tentang perlindungan, pemberdayaan dan keberpihakan, artinya yang boleh mencari ikan adalah orang asli komoro dan saudaranya asmat, mereka harus dibuka akses pasar dan permodalan. Bisa juga saudara non papua menjadi pengumpul atau penampung dari masyarakat asli.

Ini penting agar tidak ada lagi pungutan kepada nelayan non papua, karena jika ada pungutan maka akan memungkinkan adanya pungutan liar dan ini berpotensi memberikan lahan bisnis bagi pihak pihak yang tidak bertanggung jawab, baik itu oleh oknum masyarakat dan oknum aparat keamanan. Dinas haruslah membukakan akses pasar kepada mereka untuk mensuplay ke pasar yang layak atau suplay ke kontraktor atau Freeport. Dana otsus diarahkan untuk sungguh sungguh memberdayakan mereka. Sehingga moratorium yang dikeluarkan menjadi kuat maka haruslah dibuat Perbup yang disiapkan oleh Dinas Perikanan.

*Ditulis oleh Direktur Lemasa Timika, Odizeus Beanal.

[Nabire.Net]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *