Pemerintah Nabire Diminta Pertanggungjawabannya Terkait Ijin Operasional PT Hanjun Diantara Kabupaten Nabire & Kaimana
Aktivitas penambangan emas PT. Hanjun Co, di bantaran sungai wami, wilayah Wadioma dan Bebi, antara Distrik Yaro dan Yaur Kabupaten Nabire, di Ulayat Suku Yerisiam, Kampung Sima, Nabire Papua dan Suku Gua, Erega, Kabupaten Kaimana, Papua Barat, dinilai ilegal oleh kedua masyarakat pemilik Ulayat.
Sekretaris Suku Yerisiam, Roberthino Hanebora mengatakan, aktivitas penambangan PT.Hanjun Co yang beropersi diwilayahnya ilegal, karena tidak ada ijin secara kolektif dari kedua pemilik ulayat yaitu Suku Yerisiam, Kampung Sima dan Suku Gua, Kampung Erega.
Seperti tertuang pada Amanat UU 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, yang mana, hadirnya sebuah Investasi diwilayah masyarakat adat perlu ada kordinasi dan ijin dari pemilik ulayat secara kolektif, bukan satu atau dua orang yang mengatasnamakan, dan itu peran Pemerintah secara aktif dalam melakukan hal koordinasi kepada masyarakat pemilik.
Persoalan yang membuat kami minta Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire, dalam hal ini Bupati Nabire harus bertanggung jawab tentang aktivitas penambangan illegal PT. Hanjun Co, karena PT.Hanjun Co sudah dan telah melakukan aktivitas penambangannya kurang lebih satu tahun di ulayat kami tampa sepengetahuan kami pemilik ulayat secara kolektif, dan kami sudah berulang kali meminta PT Hanjun Co untuk melakukan rekonsiliasi, baik secara langsung dan tertulis namun pihak PT.Hanjun Co menutup diri, tapi juga tak mau bertemu dengan kami. Ini sebuah pelecehan kepada masyarakat pemilik ulayat.
“Setelah kami masyarakat pemilik melakukan investigasi dan pengecekan ke intansi terkait, dalam hal ini Dinas Pertambangan & Energi kabupaten Nabire dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Nabire, karena aktivitas penambangan PT.Hanjun Co melakukan aktivitasnya di areal Hutan Lindung (HL) yang mana masyarakat saja tidak berani lakukan aktivitas penebangan disana karena dilindungi oleh aturan, namun hal luar biasa yang kami dapati, yaitu aktivitas penambangan PT.Hanjun Co bisa beroperasi diwilayah Hutan Lindung, ironisnya intansi terkait yang kami sebutkan tadi tak mengetahui keberadaan aktivitas penambangan PT.Hanjun Co, dan kalau sudah tak mengetahui sudah barang tentu tak ada Ijin,” tutur Roberthino.
Beroperasinya usaha tambang di sebuah wilayah harus memiliki AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan), IUP Explorasi, IUP Operasi Produksi dan WIUP (Wilayah Ijin Usaha Pertambangan), barulah sebuah aktivitas penambangan bisa berjalan atau dilaksanakan. Tapi kalau tidak ada sama sekali seperti kasus hari ini akan aktivitasnya PT.Hanjun Co, berarti aktivitas ini melawan hukum, dan hukum harus ditegakan kepada perusahan tersebut tapi juga Pemerintah Daerah yang tak melakukan mekanisme/tahapan tersebut.
Hal lain juga yang harus diketahui; Sesuai dengan UU No 4 Tahun 2009 Tentang; Pertambangan Mineral Dan Batubara, Pasal 37 bagian (C) menyangkut mekanisme pemberian IUP, sebagai berikut; IUP diberikan oleh; Menteri Apabila WIUP Berada Pada Lintas Wilayah Provinsi setelah Mendapatkan Rekomendasi Dari Gubernur Clan Bupati/Walikota Setempat Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Berhubung aktivitas PT.Hanjun Co, berada di lintas Provinsi (Papua dan Papua Barat) maka kewenangan pemberian IUP/WIUP haruslah Menteri, bukan Pemerintah Daerah (Bupati), Pemerintah Daerah hanya melakukan tahapan-tahapan studi kelayakan tapi juga control dari aktivitas penambangan/eksplorasi dari usaha penambangan PT.Hanjun Co dan haruslah mempunyai arsip, karena nanti Kabupaten yang akan merekomendasikan usaha penambangan tersebut kepada kementrian untuk mengeluarkan IUP/WIUP.
“Pertanyaan saya sekarang kalau tahapan-tahapan ijin yang di atur dalam Undang-Undang yang saya sebutkan tadi sudah tak ada, bahkan tak di ketahui keberadaan aktivitasnya oleh pemerintah Kabupaten Nabire tapi lebih khusus intansi terkait,setelah kami cek, trus PT.Hajun Co bisa beroperasi dan eksis di Nabire oleh siapa ? Dan mendapatkan ijin operasi lewat siapa ? ini pertanyaan yang perlu dipecahkan ? Dan terindikasi ada konspirasi akan hadirnya aktivitas penambangan PT.Hanjun di wilayah kami yang bekerja secara ilegal, tuturt Thino.
Roberthino menambahkan, Suku Yerisiam, Kampung Sima, dan Suku Gua,Erega, Kaimana, sudah siap menempuh jalur hukum apabila diperlukan, guna mengungkapkan ketidakpastian ini, karena ini sebuah pelecehan akan hak masayarakat pemilik tapi terindikasi ada perbuatan melawan hukum, sehingga kedepan hak masyarakat bisa diakomodir baik tapi juga asset Pemerintah Daerah Nabire yang mendatangkan inkam untuk dikelola baik bagi pembangunan Kabupaten Nabire.
Sementara itu, Perwakilan LMA Kabupaten Kaimana di Nabire, Agus Rumatrai, mewakili masyarakat Suku Gua, Erega Kabupaten Kaimana beberapa waktu lalu bersama Pemda Kaimana Papua Barat, sudah mendatangi Pemda Nabire dalam hal ini, Wakil Bupati Nabire, terkait aktivitas penambangan PT.hanjun Co, namun, hingga hari ini Pemda Nabire lebih khusus intansi terkait belum memberikan keterangan dan terkesan tutup diri akan aktivitas PT.Hanjun Co, yang beropersi hingga memasuki wilayah Kabupaten Kaimana Provinsi Papua Barat, yang secara aturan harus diketahui oleh masyarakat pemilik tapi juga Pemerintah Daerah Kaimana karena aktivitas penambangan dan ekplorasinya sudah berada di lintas Kabupaten tapi juga Provinsi, yang di jamin oleh Undang-Undang. Pemda Kaimana sudah siap juga untuk menuntut Pemda Nabire akan persoalan ini.
Hal lain komitmen dari masyarakat pemilik ulayat yaitu Kepala Suku Yerisiam, Sima dan Kepala Suku Gua, Erega, mewakili masyarakat pemilik ulayat sudah komitmen untuk mengusut tuntas persoalan aktivitas penambangan illegal PT.Hanjun Co di Wilayah Hukum Adat kedua suku tersebut.
[Nabire.Net/Roberthino.Hanebora]
Tinggalkan Balasan