Mengenal Lukisan Kulit Kayu Dari Asei Jayapura
Jayapura – Masyarakat Sentani yang bermukim di Pulau Asei terkenal sebagai pelukis dengan media kulit kayu. Pengetahuan melukis ini diwariskan oleh nenek moyang mereka dan sudah ada sejak zaman prasejarah.
Kulit kayu yang dijadikan sebagai media melukis yaitu kulit pohon kombouw (ficus variagata). Kulit kayu kombouw memiliki tekstur yang bagus sebagai media melukis. Kulit kayu dilukis menggunakan warna-warna yang berasal dari pigmen tumbuhan, arang, tanah liat dan kapur sirih.
Motif lukisan yang biasa dibuat yaitu fauna Sentani, flora dan lambang. Lukisan kulit kayu ini disebut malo atau maro, warga negara asing yang berkunjung ke Pulau Asei menyebutnya bark painting. Pada masa pemerintahan Belanda, beberapa malo dikirim ke Eropa. Bahkan seniman Prancis, Viot mengkoleksi malo ini. Malo koleksi Viot dipamerkan di Musee d’Ethnographie du Trocadero, Paris.
Saat ini pohon kombouw sudah sulit dijumpai di sekitar Danau Sentani maupun pegunungan Cyclops. Maka masyarakat Asei menggunakan kulit pohon sukun yang kualitasnya lebih rendah sebagai pengganti.
Selain itu, mereka juga menggunakan bahan pewarna sintetis yang dibeli di toko. Penggunaan bahan pewarna alami perlu digalakan lagi.
Lukisan kulit kayu perlu diajarkan di sekolah sebagai muatan lokal. Dengan belajar melukis kulit kayu, para siswa akan kreatif dan semakin menghargai budaya papua serta nila-nilai positif yang terkandung di dalamnya.
Untuk itu perlu dilakukan kembali penanaman pohon kombouw di sekitar Danau Sentani dan pegunungan Cyclops. Atau dalam event Festival Danau Sentani yang digelar bulan Juni tiap tahunnya, pengunjung diajak untuk menanam bibit pohon kombouw.
Cory Ohee, pelukis kulit kayu Asei mengatakan, para pelukis termasuk dirinya juga memanfaatkan teknologi informasi terutama media sosial dalam promosi dan pemasaran lukisan kulit kayu.
Lanjut Cory, pengetahuan melukis kulit kayu merupakan kreatifitas yang harus diteruskan ke generasi muda, melukis ini merupakan bagian dari ekonomi kreatif yang mendatangkan penghasilan,.
“Untuk itu, saya sering diminta sekolah untuk mengajarkan siswa melukis kulit kayu, pihak sekolah juga minta saya mempersiapkan bahan-bahan untuk melukis seperti lembar kulit kayu, kuas dan pewarna. Baru satu atau dua sekolah yang mengundang saya dan pelukis kulit kayu asei lainya ke sekolah. Diharapkan semakin banyak sekolah yang mengundang pelukis kulit kayu masuk sekolah untuk mengajar”, kata Cory.
Semenara itu menurut Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Kebudayaan & Pariwisata kabupaten Jayapura, Elvis Kabey, dalam setiap event baik itu festival atau pameran pembangunan di kabupaten Jayapura, pihaknya selalu melibatkan para pelukis kulit kayu Asei.
[Nabire.Net/Hari.Suroto]
Tinggalkan Balasan