Lebih Dekat Dengan Suku Moi Dari Sorong

(Suku Moi di Sorong/Foto.rumahamansorongmalamoi)

Sorong – Suku yang tinggal di Kabupaten Sorong adalah suku Moi. Suku Moi tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten Sorong. Wilayah Kabupaten Sorong dikenal dengan wilayah hukum adat Suku Moi atau lebih dikenal dengan suku Malamoi.

Wilayah hak adat Malamoi dihuni oleh penduduk asli Suku Moi yang terdiri dari 12 rumpun Moi besar antara lain: Moi Kilin, Moi Sigali (Moi Mare), Moi Maya, Moi Klasa, Moi Moraid, Moi Seget, Moi Klabra, Moi Madik, Moi Karon, Moi Meiyakh, Moi Batan Mee/Batbat, dan Moi Fiyawat.

Suku Moi ini bermukim di tepi pantai, daratan rendah dan muara sungai, bermata pencaharian menangkap ikan, meramu sagu, dan berkebun merupakan kegiatan ekonomi pokok, sedangkan berburu merupakan strategi alternatif.



Sistem kekerabatan dalam struktur tradisional suku Moi seperti: hubungan mgelek, msang, sumla dan lain-lain menjadi suatu sistem yang kuat dalam kekerabatan suku Moi sekaligus sebagai pengatur hubungan-hubungan perkawinan, saudara dalam tata marga-marga.

Sistem kekerabatan ini mengatur hubungan klen satu dengan klen yang lain. Pola hubungan kekeluargaan mereka berdasarkan hubungan asal usul peradaban dari setiap klen terhadap klen atau marga yang lain.

Menurut klasifikasi bahasa oleh para ahli linguistik dalam index of Papua Langguage, bahasa Moi dikategorikan dalam Phylum West Papua yang merupakan bahasa-bahasa non Austronesia dan masuk dalam famili West Bird’s Head Stock, terdapat dua dialek Moi Asli dan Moi Segun.

Nama-nama pangkat dan jabatan pada pemerintah kampung suku Moi di pesisir memiliki kemiripan dengan di Ternate yaitu sangaji (bidang pemerintahan), kapitan laut dan mayor (bidang keamanaan), marinyo (bidang keagaamaan).

Kehidupan masyarakat etnik Moi telah dilandasi kepercayaan bahwa tempat tinggal dan tempat berusaha telah ditentukan oleh nenek moyang mereka berdasarkan batas-batas alam seperti: bukit, gunung (kli), lembah, sungai serta sejauh mana mereka berburu (teritori) atau sejauh gemanya suara batang pohon yang di pukul masih terdengar.

Hubungan hidup antara masyarakat Suku Mooi bertalian satu sama lain dengan tanah dimana mereka berdiam. Bagi masyarakat Suku Mooi tanah merupakan tempat mereka makan, dimakamkan dan yang menjadi tempat kediaman orang-orang halus pelindungnya beserta arwah leluhurnya.

Hubungan hidup inilah yang kemudian memunculkan hak-hak peralihan atas tanah yang dikenal dengan hak tegestemoi (hak yang diturunkan secara turun temurun) berupa:

a. Hak egefmun merupakan hak milik, biasanya diperoleh dari keturunan darah.

b. Hak subey merupakan hak pakai, hak ini diberikan kepada seorang anak susuan untuk dipakai tapi tidak dimiliki.

c. Hak sukubang merupakan hak pemberian tanah kepada anak perempuan sebagai tempat berladang. Apabila anak tersebut menetap maka tanah menjadi miliknya namun jika anak tersebut tidak menetap maka tanahnya dikembalikan.

d. Hak woti merupakan hak pemberian tanah kepada orang yang telah membantu / melindungi dalam perang (balas jasa).

e. Hak somala merupakan penyerahan hak ulayat kepada orang luar karena wilayah tersebut dianggap tidak aman.

Masyarakat Moi mendiami kampung-kampung di wilayah ekologi pantai dan sungai, menangkap ikan sebagai mata pencaharian pokok disamping berburu sebagai mata pencaharian pelengkap.

Pola konsumsi makanan pokok sehari-hari masyarakat Moi adalah jenis umbi-umbian seperti keladi, pisang (colocasia Sp.), ubi jalar (Ipomea batatas), serta sagu.

Masyarakat Moi juga berkebun, tetapi pada waktu-waktu tertentu masih melakukan peramuan hasil-hasil hutan lainnya untuk tambahan makanan.

Ada perubahan pola konsumsi masyarakat Moi dari tiga makanan pokok (sagu, ubi jalar dan keladi) ke makanan bentuk beras dan jagung, Orang Moi juga mengambil bagian dalam dari pucuk sagu sebagai bahan makanan.

Peralatan berburu suku Moi adalah tombak (sawiyek), busur, dan anak panah yang terbuat dari bambu atau tulang kasuari (ko lus maus). Busur terbuat dari pelepah sagu.

Anak panahnya dari bambu halus dan kecil dan diruncing ujungnya atau tulang-tulang daun sagu biasanya dipakai berburu burung sementara tali busur menggunakan tali dari pohon nibung. Bagi Suku Moi yang tinggal di pesisir pantai, tombak juga digunakan untuk menangkap ikan (lasar).

Pola berburu mereka adalah dengan menggunakan busur panah yang dilakukan secara individu oleh seorang pemburu. Selain itu juga sistem yang mereka pakai adalah dengan menggunakan perangkap (jerat). Jenis-jenis binatang buruan antara lain kanguru, babi, kasuari, kus-kus, dan soa-soa.

[Nabire.Net/Hari Suroto]

2 Responses to Lebih Dekat Dengan Suku Moi Dari Sorong

  1. Lima dasar kepemilikan tanah

  2. Frengki Klami berkata:

    saya sangat butuh data ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *