Keluarga Korban Meninggal Tinju Nabire : “Ada Kegiatan Kecil Diadakan Orang Papua Polisi Pasti Datang, Tapi Kegiatan Di GOR, Polisi Tidak Ada Saat Kejadian”

(Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian bersama Kolonel Chamim Besari Danrem 173/PVB Biak saat dialog dengan ayah korban bernama Yakob Rumkorem / MajalahSelangkah.com)

Keluarga korban “Tragedi Tinju” di Nabire meminta kepada pihak kepolisian untuk  jangan hanya memeriksa dan mencari kesalahan panitia penyelenggara tetapi juga harus dilakukan evaluasi total atas kinerja kepolisian di Nabire, Papua.

Kepada rombongan Kapolda Papua, Irjen Pol Tito Karnavian, Selasa, (16/07/13), Beatriks Pigai secara spontan menyampaikan kekesalannya atas kinerja kepolisian dan panitia di Nabire.

“Kami kecewa dengan kerja polisi di Nabire. Mana tuh polisi yang katanya melayani, mengayomi, dan melindungi. Pada saat itu, tidak ada keamanan dari Polisi. Polisi seharusnya datang walaupun tidak diundang,” kata Beatriks Pigai, ibunda korban meninggal Ice Tebay (19).

Dikatakannya,  ada kegiatan kecil yang diadakan orang Papua itu polisi pasti datang. Tetapi, kata dia, kegiatan yang melibatkan banyak orang tetapi tidak ada polisi di sana. “Ini ada apa? Panitia dan ketua Pertina juga harus periksa, kegiatan ini tidak dilakukan siang hari dan kenapa tidak di lapangan terbuka saja,” kata Pigai.

Di tempat yang  berbeda, keluarga besar Rumkorem juga menilai kegiatan besar itu tidak ada pengamanan. “Kami mau polisi harus obyektif dalam kasus ini. Keamanan juga tidak ada pada kegiatan ini,” kata ayah dari korban bernama Yakob Rumkorem.

Yulianus Magai adik dari korban bernama  Yuliana Magai (35) mempertanyakan, “Polisi tidak ada pada kejadian itu tetapi setelah mayat sudah di rumah baru datang. Kami tidak terima polisi datangi ke rumah-rumah tapi ya tidak papa sudah. Kita tidak bisa. Kalau Polisi ada di dalam ruangan saat bertanding, pasti mereka tangkap orang yang provokasi,” katanya.

Selain itu, kata Magai, “Kami sudah dengar polisi sudah wawancara Bupati Nabire. Saat itu Bupati Nabire izinkan masuk karena  warga desak masuk dan saat itu tidak ada keamanan.  Jadi, kami tidak membela Bupati tetapi kalau Kapolres tidak diperiksa itu mencederai rasa keadilan kami, keluarga korban.”

Beberapa tokoh intelektual di wilayah tengah Papua yang hadir pada “Gelar Tinju” itu menilai, selain tidak ada pengamanan,  polisi juga datang terlambat saat peristiwa itu terjadi. Mereka juga menilai, pengamanan pejabat dari kepolisian sangat lemah.

“Kami lihat polisi lalai. Istri bupati juga sempat kritis kok. Bupati dilempar dengan kursi,” kata kata Jhon Adii, salah satu intelektual Papua.

“Kapolres dicopot. Ia lalai dengan dia punya tugas. Fungsi intelijen tidak jalan. Ini harus diperiksa oleh tim independen. Kami kecewa dengan polisi Papua, kalau aksi demo walaupun 10 orang keamanan pasti penuh dengan senjata lengkap. Tapi, kegiatan ini tidak ada. Ada apa?,” kata Adii.

Saksi mata, Medeks Pakage menuturkan, “Saat kejadian saya ada di dalam ruangan. Memang tidak ada keamanan. Ketika salah satu pihak protes dan lempar kursi tidak ada keamanan yang menahan dia. Lalu, orang panik dan keluar ramai-ramai. Orang mati  tersusun di pintu,” kata Pakage.

Lebih lanjut jelas Pakage, “Saat itu, saya diam saja di kursi. Saat saya keluar polisi tidak ada. Polisi bahkan datang setelah semua korban dibawa ke rumah sakit hampir satu jam kemudian. Tapi, kenapa Polisi bilang sudah diturunkan ratusan personil. Lalu, tadi malam di Metro itu, Kompolnas bilang Polisi tidak salah.”

Diketahui, hingga saat ini Polda Papua telah memeriksa sekitar 20 orang saksi. “Kepolisian telah memeriksa lebih dari 20 orang sebagai saksi. Dari jumlah itu, sebanyak 15 orang dilengkapi dengan berita acara. Kami periksa saksi, panitia, aparat keamanan, termasuk investigasi internal juga untuk audit masalah keamanannya. Bupati hanya diinterview, belum dilakukan pemeriksaan,” kata Kapolda Papua.

(Sumber : MajalahSelangkah.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *