Berbincang Tentang Kebijakan Rapid Test, Pengelolaanya & Upaya Pemerintah Daerah, Bersama dr.Frans Sayori

(Berbincang Tentang Kebijakan Rapid Test, Pengelolaanya & Upaya Pemerintah Daerah, Bersama dr.Frans Sayori)

Nabire, Kebijakan melaksanakan Rapid Test Antigen seakan membebani masyarakat di tengah Pandemi Covid-19. Peran pemerintah untuk mensubsidi pelaksanaan Rapid Test Antigen terus dipertanyakan oleh warga masyarakat.

Di Nabire sendiri, pelaksanaan Rapid Test Antigen yang hingga saat ini masih dikelola swasta, hingga kebijakan melaksanakan Rapid Test Antigen bagi para tenaga pendidik sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar tatap muka, ikut dipertanyakan warga.

Untuk mengetahui detail tentang hal ini, Nabire.Net berkesempatan mewawancarai Juru Bicara Satgas Covid-19 Nabire, yang juga pemilik Klinik Dokter Sayori, salah satu klinik di Nabire yang menyediakan pemeriksaan Rapid Test Antigen.

Kepada Nabire.Net, dr. Sayori mencoba menjelaskan, hal ini cukup dilematis bagi dirinya, karena di satu sisi, ia merupakan abdi negara dan memiliki tanggung jawab di Satgas Covid-19 Nabire, tetapi di sisi lain, ia juga memiliki klinik pribadi.

Berkaitan dengan ada tidaknya bantuan pemerintah terhadap pelaksanaan Rapid Test Antigen di Nabire, dokter Sayori menjelaskan bahwa masyarakat perlu menilai hal ini secara holistik atau menyeluruh.

Artinya, kesehatan adalah hak masing-masing setiap orang, dan kesehatan itu mahal dan sangat penting bagi setiap orang, serta tak ternilai. Tentu akan sangat disayangkan jika segala sesuatu harus menunggu bantuan atau subsidi pemerintah.

“Saya bukan pengambil kebijakan, tetapi sudah seringkali hal tersebut saya sampaikan kepada para pimpinan. Saya hanyalah pelaksana dan pekerja di lapangan, jika hal tersebut difasilitasi pemerintah, saya siap kerja. Tetapi jika hal tersebut belum disiapkan pemerintah, maka pihak swasta adalah mitra pemerintah yang siap membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, dalam hal ini pelayanan kesehatan,” urai dokter Sayori.

Lanjut dikatakan, selama hal tersebut menjadi tanggung jawab swasta, tentu ada beban operasional bagi klinik swasta yang harusnya sudah disadari oleh masyarakat, dari mulai pemesanan barang, pembelian barang, jasa bagi analis kesehatan, hingga kepada resiko pelayanan kepada pasien.

“Saya dan teman-teman klinik swasta di Nabire, mati-matian membeli alat Rapid dengan duit sendiri. Tidak ada satupun subsidi atau bantuan sepeserpun dari pemerintah. Kami nekat beli sesuai kemampuan kami (kemampuan masing-masing klinik). Jika dibilang kami cari untung dan memanfaatkan kesempatan yang ada, hal tersebut sangat disayangkan, padahal kami sudah berusaha dengan resiko besar untuk melayani masyarakat,” imbuhnya.

Bahkan dokter Sayori mengatakan bahwa semua biaya operasional yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas Rapid Test di klinik swasta yang ia kelola, siap ia pertanggungjawabkan, semua dokumen dan kuitansi terkait hal itu sudah disiapkan.

Lebih lanjut, dokter Sayori menuturkan, jika segala sesuatunya harus menunggu dari pemerintah daerah, apalagi saat ini kondisi pemerintah di daerah lagi seperti ini (situasi politik), ditambah fakta yang ada bahwa sudah ada beberapa pasien Covid-19 yang meninggal di Nabire, maka dampaknya akan semakin memburuk jika semuanya harus menunggu pemerintah.

Kebijakan Rapid Test Antigen dari Dinas Pendidikan Nabire

Berkaitan dengan kebijakan melaksanakan Rapid Test Antigen bagi para tenaga pendidik sebelum melaksanakan kegiatan belajar mengajar tatap muka, dokter Sayori justru mendukung langkah dan kebijakan Dinas Pendidikan Nabire.

(Baca Juga : Dari Isue Rapid Test Antigen, Dana BOS Hingga KBM Online, Ini Penjelasan Kadin Pendidikan Nabire)

“Kebijakan dari Dinas Pendidikan Nabire ini tujuannya baik, kalau tidak begitu pendidikan mau jalan gimana. Torang mau sehat pakai dana dari langit pun tidak apa-apa, apalagi saat ini kondisinya pandemi, kondisi tidak normal, sehingga semua dana bisa dialihkan untuk mengatasi pandemi ini,” tandasnya.

Lanjut dikatakan, “kalau kita sehat, kita bisa melaksanakan kegiatan kita, bisa fokus ke hal-hal yang lain, untuk perekonomian, untuk pendidikan, yang penting sehat dulu. Kalau tidak sehat lalu ditularkan kemana-mana maka pandemi ini akan semakin tak terhentikan,” kata dokter Frans Sayori.

Dijelaskan, apalagi di Nabire sudah ada guru yang meninggal karena Covid-19, kalau tidak diambil langkah secepatnya seperti ini, maka bisa berbahaya, apalagi yang dihadapi adalah anak-anak murid yang banyak.

“Semuanya ada aturan, dana BOS mau dipakai yang penting demi keselamatan guru tidak masalah kalau guru sehat, pendidikan bisa jalan. Kalau tidak pernah diperiksa, bagaimana kita mau tahu penyebaran virus dan penanggulangan virusnya ? Kalau hanya duit saja jadi masalah lalu tidak bisa lakukan pemeriksaan terus terjadi apa-apa saya tidak tahu lagi mau seperti apa,” imbuh dokter.

Upaya Pemerintah Daerah Selama Ini

Selama ini pemerintah kabupaten Nabire tidak bisa dibilang berdiam diri. Seperti contoh untuk Rapid Test/Swab Test yang dikelola oleh Rumah Sakit. Rumah sakit tentu tidak bisa membeli langsung peralatan tersebut ke pabriknya, semua lewat bantuan pemerintah baik pemerintah pusat maupun provinsi.

“Seperti contoh Cartdrige untuk TCM Swab Test, yang habis sejak 12 Januari 2021 hingga saat ini. Hal itu karena kami masih menunggu dropping dari pusat, lalu dari pusat harus ke provinsi, dan saat ini belum datang-datang,” katanya.

Lebih jauh dokter Sayori menceritakan bahwa ia sudah berdiskusi dengan Direktur RSUD Nabire. RSUD Nabire terpaksa melakukan pemeriksaan Rapid Test Antigen, tetapi tidak tahu sumber dananya darimana yang penting pelayanan pemeriksaan dan pengobatan pasien bisa tetap jalan.

“Kami sudah diskusi dengan Direktur RSUD. RSUD terpaksa gunakan antigen tidak tahu pakai uang darimana, yang penting pelayanan jalan, bisa diobati, bisa diperiksa, walaupun tidak bisa diklaim ke BPJS untuk pengobatannya, meski obat yang dipakai obat Bahan Habis Pakai (BHP). RSUD itu pemerintah loh, kalau terus menerus seperti begitu, bisa-bisa mereka (RSUD Nabire) kolaps (bangkrut),” urai dokter Frans Sayori.

Pemkab Nabire Berencana Beli Alat TCM Swab Test

Dokter Frans Fernando Sayori mengatakan, untuk menjawab berbagai polemik di masyarakat selama ini, pemerintah kabupaten Nabire berencana akan membeli alat tes PCR. Hal itu tentu butuh waktu dan dana. Pemerintah tidak berdiam diri.

Oleh karena itu, dokter Sayori berharap agar semua warga Nabire bisa bekerjasama untuk memahami hal ini. Jika saat ini pihak swasta yang masih menanganinya tentu warga harus bisa memakluminya, hingga pemerintah daerah bisa memfasilitasi hal tersebut.

[Nabire.Net]


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *