Kawasan hutan di Papua, yang terletak di wilayah Indonesia Timur termasuk sebagai salah satu kawasan hutan target konservasi dan percepatan pembangunan serta peningkatan nilai tambah kelapa sawit di pasar global.
Pasalnya, Kompilasi data sekunder yang dikumpulkan oleh WWF Indonesia menunjukan bahwa sampai dengan tahun 2014, kurang lebih terdapat 30 perusahan di tujuh kabupaten di provinsi Papua yang telah mendapatkan izin prinsip dari Kementerian Kehutanan dan sekitar 24 perusahaan telah memperoleh izin perkebunan (IUP) dari Kementerian Pertanian untuk segera merealisasikan tahapan usahanya.
Dimana ke tujuh Kabupaten tersebut diantaranya, Kabupaten Nabire dengan luasan lahan 17.000 HA, Kabupaten Merauke dengan luasan lahan 150.872 HA, Kabupaten Sarmi dengan luasan lahan 71.889 HA, Kabupaten Kerom dengan luasan lahan 18.338 HA, Kabupaten Jayapura dengan luasan lahan 99.737 ha dan Kabupaten Mimika dengan luasan lahan 77.660 HA, dan
Kabupaten Boven Digoel dengan luasan lahan 385.167 HA. “Tujuh Kabupaten ini merupakan hasil data konpilasi oleh WWF Indonesia sejak tahun 2014 lalu, dan kini akan dijadikan pusat pengembangan perkebenunan kepala Sawit,” ungkap Palm Oil Coordinator, WWF Indonesia-Papua Program, Marthinus Wattimena dalam kegiatan lokakarya Sosialisasi penerapan perkebunan kelapa Sawit berkelanjutan dalam perspektif penataan ruang di Provinsi Papua, yang dibuka oleh Asisten II, Elia Loupatty di Hotel Aston, Kamis (12/2).
Dikatakannya, keberadaan investasi perkebunan kelapa sawit di Papua sangat diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah tetapi disisi lain tidak melupakan keberadaan Lingkungan dan nilai kearifan masyarakat hukum adat Papua.
Kenyataan saat ini justru banyak praktek pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang menuai konflik, jika ditarik benang merah selalu berkaitan dengan konflik kepemilikan dan pemanfaatan sumber daya alam.
Kata Marthinus, WWF Indonesia bekerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah nasional maupun daerah mengupayakan untuk mengurangi konversi lahan yang akan direncanakan dengan memperkenalkan praktek-praktek pengelolaan berkelanjutan untuk diterapkan pada
perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh perusahaan dan petani di Indonesia. “Strategi dalam mentransformasi nilai pada rantai minyak sawit dibangun berdasarkan target dan dampak yang diharapkan dapat diterapkan sampai dengan tahun 2018,” katanya.
Dijelaskannya, Indonesia adalah pemasok dominan terbesar kelapa sawit, baik CPO (crude palm oil) dan PKO (palm kernel oil), dengan jumlah pasokan lebih dari 40% pangsa pasar global pada tahun 2012. Dari pangsa pasar domestik terdapat serapan sebesar kurang lebih 10%
konsumsi minyak sawit dunia. “Dari perspektif kepentingan dan peran serta maka pembangunan perkebunan kelapa sawit di tanah Papua pada kenyataannya melibatkan
peran banyak pihak baik pengambil kebijakan dari tataran eksekutif dan legislatif di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota,” ucapnya.
“Konsep perkebunan kelapa sawit berkelanjutan selanjutnya perlu disinergikan dengan perspektif rencana penataan ruang di Provinsi Papua. Oleh karena itu, pengembangan konsepnya perlu dibekali dengan gambaran sejauh mana penerapan peraturan dan inisiatif penataan ruang dalam bidang budidaya perkebunan,”kata dia lagi.
Tinggalkan Komentar