Tapal Batas Antara Suku Mee dan Suku Pesisir Papua Disepakati, Tokoh Adat Tegaskan Hak Ulayat Kedeikoto Boma Mekei

(Tapal Batas Antara Suku Mee dan Suku Pesisir Papua Disepakati, Tokoh Adat Tegaskan Hak Ulayat Kedeikoto Boma Mekei)
Nabire, 11 April 2025 – Proses penetapan tapal batas antara Suku Mee, khususnya keluarga besar marga Kedeikoto Boma Mekei, dan Suku Pesisir Papua terus bergulir dalam suasana adat yang kuat. Kesepakatan ini diperkuat dengan kegiatan adat yang dimulai sejak Kamis, 10 April 2025, sebagai bentuk peneguhan hak ulayat dan persaudaraan antar-suku.
Upacara Bakar Batu dan Babat Tapal Batas
Rangkaian kegiatan dimulai dengan upacara bakar batu pada Kamis (10/4), di mana tiga ekor babi dikurbankan sebagai simbol penghormatan terhadap leluhur dan pembukaan jalan damai. Esok harinya, Jumat (11/4), kegiatan *babat* atau pembersihan batas wilayah dimulai dari Kali Menou menuju Kali Wami, wilayah yang berada di bagian barat Kabupaten Nabire.
Rencana ke depan, proses penyelesaian formal di hadapan pemerintah akan dilanjutkan pada hari Senin, 14 April 2025, bertempat di Polres Nabire. Proses ini diharapkan menjadi momen penting untuk menyamakan persepsi antara masyarakat adat dan pihak pemerintah.
Tokoh Adat: “Kami Akan Lanjut Babat, Meski Pemerintah Belum Mengakui”
Osea Kedeikoto, tokoh adat dari marga Kedeikoto Boma Mekei, menegaskan bahwa proses babat tapal batas akan tetap dilanjutkan meskipun pemerintah belum mengakui klaim wilayah tersebut.
“Kami akan tetap lanjutkan babat tapal batas ini karena tanah ini adalah milik kami, sudah ada sejak sebelum kami lahir. Ini warisan dari nenek moyang kami. Pemerintah boleh belum mengakui, tapi adat sudah mengakui,” ujar Osea.
Ia juga menyampaikan bahwa keluarga besar Kedeikoto Boma Mekei tidak hanya berasal dari Nabire, namun juga tersebar di berbagai wilayah seperti Kitakebo, Modio Wihogei, Kotomoma, dan Obano. Mereka terdiri dari darah langsung maupun keluarga om (paman), yang semuanya satu dalam marga besar Kedeikoto Boma Mekei.
Klarifikasi Willem: Penetapan Ini Bukan untuk Mengusir
Willem Kedeikoto, tokoh pemuda dari marga Kedeikoto Boma Mekei, sebelumnya juga telah menegaskan bahwa penetapan tapal batas ini bukan untuk mengusir pihak lain, termasuk marga Makai dan Kegou. Menurutnya, mereka tetap dianggap sebagai penjaga tanah adat, dan hak mereka tetap dihormati.
“Kami sadar mereka adalah penjaga tanah adat kami juga. Apa yang menjadi milik mereka tetaplah milik mereka. Tapi kalau belum punya hak atas suatu wilayah, jangan diklaim lagi. Kami datang dari jauh dan tahu batas kami,” jelas Willem.
Pemerintah Siap Fasilitasi Pemetaan Resmi
Pemerintah Kabupaten menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi pemetaan resmi wilayah adat, agar tidak terjadi tumpang tindih klaim serta memberikan kepastian hukum. Penanaman pohon sakral di titik batas juga dilakukan sebagai simbol perdamaian dan penghormatan terhadap warisan leluhur.
[Nabire.Net/Musa Boma]
Tinggalkan Balasan