INFO PAPUA TENGAH
Home » Blog » DPRK Paniai Bentuk Pansus untuk Tindaklanjuti Aspirasi Penolakan Aparat Non-Organik di Sejumlah Distrik

DPRK Paniai Bentuk Pansus untuk Tindaklanjuti Aspirasi Penolakan Aparat Non-Organik di Sejumlah Distrik

Paniai, 16 November 2025 – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Paniai resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) guna menindaklanjuti aspirasi masyarakat terkait penolakan penempatan aparat militer dan kepolisian non-organik di beberapa distrik. Keputusan tersebut disahkan dalam Sidang Paripurna pada 13 November 2025 di ruang sidang DPRK Paniai.

Aspirasi itu disampaikan melalui Koalisi Masyarakat Anti Militerisme (KOMAM) Paniai, yang menghimpun suara warga dari Distrik Ekadide, Agadide, Yagai, Kebo, dan wilayah lainnya. Warga menyampaikan sepuluh poin sikap yang pada intinya menolak penempatan pasukan non-organik serta pembangunan pos-pos aparat di wilayah Paniai.

Menurut KOMAM, pernyataan tersebut mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap potensi dampak sosial dan psikologis yang dapat mengganggu rasa aman warga.

Ketua DPRK Paniai, Yanurius Yumai, S.PWK, menegaskan bahwa pembentukan Pansus merupakan bagian dari tanggung jawab lembaga dalam merespons aspirasi rakyat secara sah dan konstitusional.

“Aspirasi masyarakat wajib kami respons sesuai mandat konstitusi. Pembentukan Pansus dilakukan agar persoalan ini dibahas dalam kerangka hukum dan prosedur resmi yang berlaku,” ujar Yumai.

Ia menambahkan, DPRK akan bekerja secara terukur dan tidak keluar dari koridor peraturan perundang-undangan. “Kami akan mengawal aspirasi ini tanpa mengabaikan aturan negara. Kami berharap dukungan semua pihak agar proses berjalan konstruktif dan menjaga ketertiban masyarakat,” katanya.

Ketua Pansus, Melianus Yatipai, S.H, menjelaskan bahwa pihaknya akan menjalankan tugas berdasarkan norma hukum mulai dari UUD 1945, UU Otonomi Khusus, hingga berbagai regulasi turunannya.

“Kami memahami kondisi psikologis masyarakat yang merasa khawatir dan trauma terkait pengalaman masa lalu. Namun langkah yang kami ambil harus tetap terukur berdasarkan sistem hukum nasional,” jelasnya.

Tugas Pansus sendiri mencakup pemetaan isu, analisis legal formal, koordinasi dengan pemerintah daerah, serta dialog dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk aparat keamanan, perwakilan adat, tokoh agama, dan tokoh perempuan.

DPRK menyebut bahwa hak penyampaian pendapat dilindungi oleh konstitusi dan undang-undang, di antaranya:

  • UUD 1945 Pasal 28E Ayat (3)

  • UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berpendapat

  • UU No. 21 Tahun 2001 & UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua

  • Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 dan UUPA No. 5 Tahun 1960 tentang Hak Adat

Namun, DPRK juga menegaskan bahwa kewenangan pertahanan dan keamanan tetap berada pada pemerintah pusat sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014.

Baik Yumai maupun Yatipai menekankan bahwa seluruh proses akan mengedepankan akuntabilitas, koordinasi resmi, dan upaya menjaga stabilitas daerah.

“Masyarakat adalah unsur fundamental negara. Semua aspirasi akan dicari solusinya melalui jalur hukum dan dialog damai,” ujar Yatipai.

DPRK mengimbau seluruh warga tetap menjaga stabilitas sosial sambil menunggu hasil kerja Pansus.

[Nabire.Net/Jeri Degei]

Post Related

Leave a Reply

Your email address will not be published.