Dunia ini selalu menganggap rendah mengenai istilah hati sebagai hamba, kalau dapat dan bisa: jadilah pemimpin. Jadilah nomor satu. Namun apa yang Yesus katakan ?
Demikian kutipan renungan pada Ibadah Minggu Subuh, 2 juli 2017, di jemaat GKI Tabernakel Oyehe Nabire. Ibadah tersebut dipimpin pelayan firman, Pdt. Kartini Sitinjak Waibusi S.Th, dengan mengusung bacaan firman dari Injil Markus 9:33-37 dengan nats “Siapa yang terbesar di antara para murid”.
Dalam khotbahnya, Pdt. Kartini Sitinjak menjelaskan, dunia mengartikan kebesaran seseorang berdasarkan kuasa, harta, martabat, dan kedudukan yang ia miliki. Oleh karena itu, rasanya tidak heran bagi kita melihat banyak orang yang menghalalkan segala macam cara untuk memperoleh semuanya itu. Mereka menempuh segala macam cara untuk mencapai keinginan mereka. Dan pada dasarnya, setiap orang ingin menjadi pemimpin dan jarang ada orang yang bercita-cita menjadi pelayan. Menjadi pelayan bukanlah konsep yang populer. Hal ini semakin dikuatkan dengan begitu banyak buku yang ditulis tentang kepemimpinan, sedangkan topik kepelayanan, mungkin tidak ada atau sedikit buku yang membahasnya.
Ajaran Yesus menjungkir balikkan semua peryataan tersebut, Iamengajarkan bahwa kebesaran seseorang dinilai berdasarkan pelayanan bukan kuasa, harta, martabat, atau hal-hal lainnya. Yesus bukannya melarang kita untuk menjadi pemimpin dan menyuruh kita semua menjadi pelayan. Ajaran Yesus adalah untuk menjadi pemimpin dengan hati pelayan, dengan hati yang mau melayani. Hati sebagai hamba.
Dalam Markus 9:33-37, khususnya pada ayat ke-35b, dikatakan, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”
Yesus dengan tegas mengingatkan kepada murid-murid-Nya–maupun kepada kita saat ini, jika ingin menjadi yang terkemuka, yang terhormat, yang terbesar, mereka harus menjadi pelayan satu dengan yang lainnya. Dan Yesus membuktikan semuanya ini ketika Ia membasuh kaki murid-murid-Nya satu persatu. Menjadi seorang pemimpin berarti kita siap untuk menjadi pelayan bagi yang kita pimpin. Sebab melayani adalah hakekat sebenarnya dari kepemimpinan.
Di akhir khotbahnya, Pdt, Kartini Sitinjak berpesan, melayani Tuhan dengan karunia yang kita miliki adalah baik. Tetapi akan lebih indah lagi jika kita memiliki hati sebagai hamba atau pelayan dalam melayani Dia dan sesama. Menjadi seorang pemimpin di tempat yang Tuhan berikan juga adalah sebuah anugerah, dan Ia menginginkan kita tetap memiliki hati hamba, hati yang mau melayani.
Yesus ingin kita bersikap seperti anak kecil yang bersikap jujur pada diri sendiri, serta bersikap tulus tanpa motivasi dan pamrih dalam setiap perbuatan kita, karena dengan begitu kasih Allah terungkap dalam hidup kita dan kita menyambut Allah dalam diri kita.
Leave a Reply