Decky Kayame Berharap MK Segera Memproses Pengaduan Pasangan DEKAT Terkait Kecurangan Pilkada Nabire

(Dok.BeritaIndo)
Aparatur Sipil Negara dalam hal ini kepolisian di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua, diduga terlibat dalam praktik kecurangan pemilihan bupati dan wakil bupati Nabire periode 2015-2020 melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 9 Desember 2015 lalu.
Beberapa anggota kepolisian diduga bekerja sama dengan anggota KPU dan Panwas Nabire, mengambil secara paksa formulir C1-KWK berhologram dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Distrik Dipa dan Siriwo, Nabire. Formulir itu kemudian diisi sendiri dan sesudah itu diserahkan ke KPU Nabire untuk memenangkan calon tertentu.
Hal itu sesuai temuan tim sukses calon bupati dan wakil bupati Nabire nomor urut empat pasangan Decky Kayame-Adauktu Takerubun, seperti diungkapkan kepada wartawan di Jakarta, Minggu (31/1).
Decky menyebutkan, formulir itu dirampas dari KPPS dalam keadaan kosong, dan setelah diisi oleh oknum aparat tersebut, formulir diserahkan ke KPU Nabire, tanpa ditandatangani petugas KPPS.
Namun, kata Decky, formulir berdasarkan hologram asli DAA-KWK tetap ada atau dimiliki Panitia Pemilihan Distrik (PPD) Dipa dan Siriwo, dan juga sudah dibacakan dalam rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat KPU Nabire, dan langsung diserahkan ke KPU Nabire.
“Kami memiliki bukti kuat tentang keterlibatan aparat kepolisian tersebut, dan praktik ini berlangsung terstruktur, sistematis, dan masif,” tegas Decky Kayame didampingi Sekretaris Tim Sukses, Hengky Kegeu.
Disebutkan, praktik kecurangan itu, semakin terungkap karena pihak KPU Nabire dalam rapat pleno rekapitulasi perolehan suara tingkat KPU Nabire, tanggal 17 Desember 2015, memaksa Ketua PPD Dipa Julianus Magai dan Ketua PPD Siriwo Nicolaus Dogomo untuk melakukan pembetulan atas hasil penghitungan suara di kedua distrik, agar hasilnya bisa sama dengan hasil yang diperoleh KPU Nabire.
Namun permintaan itu ditolak oleh Julianus Magai maupun Nicolaus Dogomo.
“Saya menolak, karena memang hasil perolehan suara berdasarkan hologram asli DAA-KWK itu, sudah seperti itu adanya, sesuai hasil pemungutan suara rakyat pada 9 Desember 2015 di Distrik Dipa,” tegas Julianus Magai, Minggu.
Konsekwensi dari penolakan itu, Julianus Magai dan Nicolaus Dogomo, langsung diganti dari jabatan sebagai ketua PPD oleh KPU Nabire, tanpa melalui prosedur yang semestinya.
Bahkan, Julianus Magai, dituduh melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen terkait hasil perolehan suara, dan ia diproses hukum. Namun, dalam sidang di Pengadilan Tinggi Papua, Julianus Magai dibebaskan dari segala tuduhan tersebut.
Julius Magai menegaskan, berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara berdasarkan hologram asli model DAA-KWK Distrik Dipa, pasangan Decky Kayame-Adauktu Takerubu memperoleh 4.800 suara, buka, 1.856 suara sebagaimana model C1-KWK yang diambil secara paksa dan diduga diisi oleh oknum aparat keamanan lalu diserahkan ke KPU Nabire.
Begitu juga di Distrik Siriwo, menurut Nicolaus Dogomo, pasangan Decky Kayame-Adauktu Takerubu, meraih 5.003 suara, bukan 2.174 suara seperti model C1-KWK, yang diduga diisi oleh aparat keamanan.
Karena itu, Decky Kayame mengklaim perolehan suaranya dalam pilkada tersebut berdasarkan hasil perhitungan yang benar sesuai hologram asli model DAA-KWK adalah 59.549 suara. Sedangkan rivalnya pasangan incumbent nomor urut satu Isaias Douw-Amirullah Hasyim hanya memperoleh 56.607 suara.
Terhadap berbagai kasus kecurangan ini, pihak pasangan Decky Kayame yang merasa sangat dirugikan, telah mengajukan kasus ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan saat ini masih tengah menunggu proses di lembaga hukum yang menyidangkan semua persoalan perselisihan hasil pemilu (PHP) tersebut.
Decky Kayame memohon dan sangat berharap MK dapat memproses pengaduan mereka atas hasil pilkada yang sarat kecurangan itu.
Menurut Decky, fakta yang sesungguhnya terjadi adalah KPU Nabire menetapkan hasil pemilihan bupati dan wakil bupati Nabire tahun 2015 pada tanggal 18 Desember 2015 pukul 00.30 WIB atau 24.30 WIT. Dengan waktu yang sangat sempit itu, mereka berupaya keras bisa datang ke MK di Jakarta menyampaikan permohonan keadilan hukum, namun karena faktor geografis Papua yang sangat sulit dan ketersediaan sarana transportasi dan infrastruktur lainnya yang sangat terbatas, maka tim Decky Kayame mengalami keterlambatan waktu sebagaimana ketentuan Pasal 157 UU 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
“Namun, kami memohon MK dapat mempertimbangkan semua alasan kami, dan bisa memberikan keadilan hukum kepada kami rakyat Papua,” kata Decky Kayame.
Pilkada Nabire dilaksanakan di 15 distrik di Nabire dengan jumlah pemilih yang terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT) sekitar 186.000 orang. Pilkada diikuti 8 pasangan calon, dan perolehan suara signifikan diraih pasangan Decky Kayame-Adauktus Takerubun serta pasangan nomor urut satu Isaias Douw-Amirullah Hasyim.
(SuaraPembaruan)


KopiDarat
Ada kah isu yang lebih formal dari ini ??
Sampai sampai Lembaga Kepolisian harus di kaitkan?
Mari bergabung
DEKAT, awas ditipu oleh timsusmu, lebih baik berdiam dan mengakui kekalahan, putusan MK sudah jatuh trus bapa mengharapkan putusan MK dunia mana lagi. Isu yang berkembang itu formalitas sebagai pengajuan kelengkapan administrasi tapi putusan sidang yang sudah dilaksanakan itu mutlak.hati2 bapa dengan penipuan dan kerja timmu.