Tim Tindak Pidana Tertentu Polda Papua, Temui PT Tunas Anugerah Papua, Didampingi Kapolres Nabire

Tim Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polda Papua dikabarkan melakukan kunjungan kerja dan turun lapangan ke Nabire dalam rangka melakukan penyelidikan terkait masalah perizinan kegiatan pertambangan di daerah ini, khusus di Wilayah Adat Suku Wate, milik hak ulayat masyarakat Nifasi di Kali Musairo Distrik Makimi, Kabupaten Nabire.

Kedatangan tim Tipiter Polda Papua beranggotakan 5 orang dan dipimpin AKBP Sonny Tampubolon S.Ik, ini langsung menggelar pertemuan dan memanggil pihak PT Tunas Anugerah Papua (TAP) Nabire terkait perizinan yg dikantongi perusahaan tersebut.

Pemeriksaan terkait perizinan ini, sesuai data yang dihimpun media ini menyebutkan hasil laporan pihak atau investor dari luar (PT Pasific Maining Jaya atau Benliz Pasific Maining) ke Mabes Polri. Lantas turunnya tim ini dipertanyakan pihak perusahaan dan masyarakat adat Kampung Nifasi.

Pantauan awak media, dalam rapat koordinasi tim dari Polda di ruang kerja Kasat Reskrim Polres Nabire, menyangkut perizinan kegiatan pertambangan milik perusahaan Tunas Anugerah Papua tersebut berlangsung mulai pukul 15.00 s/d 17.00 wit.

Dalam pertemuan tersebut tim Tipiter Polda Papua turun ke Nabire bagian dari hasil laporan pihak lain yang menyebutkan bahwa PT TAP Nabire ilegal alias perizinannya patut dipertanyakan. Namun usai pertemuan, penjelasan dari pihak TAP, adat dan perwakilan masyarakat pemilik ulayat, tim Polda akhirnya dapat memahami dan akan meneruskan masalah tersebut nantinya.

Pihak PT TAP melalui manajer operasionalnya Fidel Patrouw, meminta ketika ada pemeriksaan atau penyelidikan terkait masalah perusahaan yang mengelola hasil sumber daya alam di wilayah kampung Nifasi Distrik Makimi khususnya, kiranya harus dapat menghadirkan kedua belah pihak, apalagi berkaitan dengan perizinan maupun pelepasan adatnya, dalam hal ini disebut pelapor dan terlapor guna menemui titik terang. Tidak hanya memeriksa di pihak satu, sementara di pihak lainnya tidak dilakukan atau dibiarkan.

Sementara itu, Kapolres AKBP Semmy Ronny Thabaa SE, pada kesempatan itu meminta kepada pihak perusahaan dalam hal ini PT TAP untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi dengan situasi dan keadaan. Pihak kepolisian pada prinsipnya tidak ada tendensi kepentingan apapun, hanya sebatas dan sangat menginginkan agar tidak terjadi konflik di tengah-tengah masyarakat, menyangkut persoalan tersebut.

Ditempat yang sama, Sekretaris II Dewan Adat Papua, John NR Gobai, dalam kesempatan itu meminta kepada pihak investor untuk tidak main kucing-kucingan dan kiranya berani ketika eksen membuat sebuah laporan kemana-mana yang muaranya ingin menjatuhkan pihak lain serta ingin mengacaukan investasi perusahaan yang sudah ada atau masuk sebelumnya, agar tidak terjadi tumpang tindi persoalan.

Ketika berita ini ditulis, tim Tipiter dari Polda Papua belum dapat dimintai keterangannya, lantaran konon informasi masih melakukan pemeriksaan berkas penyidikan dan pendalaman bukti laporan serta melakukan koordinasi selanjutnya.

Masih menyangkut masalah tersebut, Otis Money, selaku pemilik hak ulayat Kampung Nifasi mewakili pihak masyarakat adat dalam keterangan kepada media ini menyebutkan, terkait dengan kunjungan tim Tipiter Polda Papua hari ini di Nabire menyangkut perizinan PT TAP itu dasarnya kan laporan dari PT Benliz Pasific Maining yang juga mengklam areal pertambangan yang dikelola PT TAP dan masyarakat adat Nifasi ini bagian dariĀ  wilayah atau lokasi mereka.

“Selaku pemilik hak adat di Kampung Nifasi, saya mau menyatakan dengan tegas bahwa kami masyarakat adat Nifasi tidak pernah memberikan tanda tangan atau sepotong tanah kepada perusahan Benliz atau Pasific Maining Jaya. Ini tidak ada, secara jelas tidak pernah kami kasih dan dasar apa dia membuat laporan dan mengklaim punya lokasi disana. Pertanyaan saya, siapa yang kasih mereka (Benliz, red) pelepasan adat,” tandas Otis seraya balik bertanya.

Lebih lanjut, Otis Money mengatakan, pihak Benliz ini mengakui mengantongi pelepasan adat dan memiliki izin di daerah kami, masyarakat meminta kepada pihak kepolisian untuk dapat menghadirkan mereka guna dan untuk duduk bersama membicarakan serta meluruskan persoalan ini.

“Mereka yang melaporkan ataupun apa bunyi coba datang disini, bila perlu mereka tunjukkan izin dan juga pelepasan adatnya, agar semua clear. Kalau memang ada, PT TAP keluar biar atau baru mereka yang kerja. Inikan seolah-olah ada banyak kepentingan didalamnya, apalagi tim yang datang sekarang dan sebelumnya itu, semua kayak nampak dibencengi pihak atau oknum-oknum tertentu, bukan dari masyarakat ataupun anak adat di daerah ini, sehingga kami disini juga mempertanyakan mengapa mereka ini selalu menganggu-ganggu PT TAP yang notabene didukung oleh masyarakat pemilik hak ulayat,” ucapnya lebar.

Dan menyangkut, ketika ada pihak yang menuding dan kemungkinan adanya pelepasan adat dari masyarakat di kedua belah pihak ini, dengan nada sedikit keras, Otis menegaskan bila itu sampai terbukti silahkan pihak aparat keamanan tangkap dan penjarakan saya. Terkait tanggapan dan komentar inipun didukung dan sama apa yang disampaikan sebelumnya oleh Direktur PT TAP, M. Jacqueline Chatrine.

“Jelas-jelas bahwa PT TAP ini kami berikan izin mengelola lokasi itu sudah lama, bukan saya berikan melainkan almarhum bapak saya selaku pemengang hak ulayat. Jadi ketika ada pihak yang diduga sebagai pelapor ini mengaku juga punya pelepasan adat dan peta yang dia punya itu dibuat ada pelepasan dari mana? Untuk itu, mau tidak mau dan suka tidak suka, kami minta pihak-pihak ini untuk segera dihadirkan disini, karena objek persoalannya itu ada di Nabire bukan di Jayapura atau di Jakarta dan lainnya,” pungkasnya.

[Nabire.Net/Iwan.Z]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *