INFO NABIRE
Home » Blog » Geger Isu Hoax Tsunami Tanda Pemerintah Nabire Abaikan Edukasi Bencana Kepada Warganya

Geger Isu Hoax Tsunami Tanda Pemerintah Nabire Abaikan Edukasi Bencana Kepada Warganya

Isu hoax tentang adanya tsunami di Nabire membuat sejumlah warga resah dan banyak yang mengungsi mencari tempat-tempat aman di Nabire, sejak Jumat malam hingga sabtu dini hari (10/11). Isu hoax tersebut bahkan menyebar secara masif dan semakin lama semakin membias.

Masih banyaknya warga Nabire yang mudah terpengaruh isu hoax tersebut menandakan bahwa mereka kurang atau bahkan tidak pernah mendapat edukasi yang benar mengenai bencana alam.

Warga Nabire yang termakan isu hoax dan memilih mengungsi, sudah sempat diingatkan bahwa informasi yang tersebar adalah informasi tidak benar. Namun warga tetap memilih mengungsi karena khawatir akan keselamatan dirinya dan keluarganya.

Ironisnya, isu hoax tsunami diperkuat dengan terjadinya fenomena air surut yang terjadi di kawasan pesisir pantai di Nabire. Padahal air surut tersebut diakibatkan gaya tarik bulan atau matahari. Namun warga mengaitkan hal itu dengan isu tsunami sehingga mereka memilih percaya dan mengungsi. Hal ini mengkhawatirkan.

Tak dapat dipungkiri bahwa bencana gempa di sejumlah daerah di Indonesia, harusnya menjadi alarm bagi kita yang berada di wilayah Indonesia Timur. Lebih khusus bagi kita yang berada di kabupaten Nabire.

Mengapa demikian ? Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, wilayah Indonesia Timur seperti Sulawesi, Maluku, NTT dan Papua adalah daerah yang rawan terjadi gempa dan tsunami karena dilewati 3 lempeng tektonik aktif.

Menurut Kepala BNPB, Sutopo, ketiga lempeng tektonik aktif tersebut yaitu lempeng sendi Australia, lempeng Euroasia, dan lempeng Pasifik.

Indonesia timur, seperti Sulawesi, Maluku, NTT, dan Papua, menjadi daerah yang rawan terjadi tsunami. Hal itu terjadi karena wilayah tersebut dilewati 3 lempeng tektonik aktif.

Dengan potensi kerawanan bencana gempa dan tsunami, tentunya dibutuhkan kesiapsiagaan semua pihak baik pemerintah daerah maupun warganya. Namun hal tersebut masih sangat minim dilaksanakan di Nabire.

Simulasi publik terakhir yang dilakukan pemerintah daerah melalui BPBD Nabire bersama TNI/Polri, Basarnas, Satpol PP, Orari Lokal dan Tagana terakhir dilaksanakan pada tahun 2015 lalu.

Salah seorang anggota LSM yang aktif terlibat dalam Sosialisasi Pengurangan Resiko Bencana di Nabire, Yuni, kepada Nabire.Net menuturkan bahwa pihaknya bersama dengan sejumlah pihak lain telah mengajukan draft kegiatan pengurangan resiko bencana kepada pemerintah kabupaten Nabire untuk ditindaklanjuti, namun hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dari pemerintah kabupaten Nabire.

Hal ini tentu sangat disayangkan, karena warga di daerah rawan bencana perlu mendapatkan pemahaman dan pengetahuan tentang Mitigasi Bencana untuk mengurangi resiko timbulnya korban jiwa pada saat terjadinya bencana.

Seharusnya warga khususnya yang berada di wilayah rawan bencana, lebih akrab dengan pemahaman akan bencana itu sendiri. Sikap antisipatif dan partisipatif menjadi kunci keberhasilan mengedukasi masyarakat akan bahaya bencana.

Sikap masa bodoh dan tidak peduli yang lahir dari kurangnya pemahaman akan arti kebencanaan dan mitigasinya, berisiko besar terhadap jatuhnya korban. Sehingga, edukasi tentang bahaya bencana ini seharusnya menjadi program yang terus-menerus dilakukan agar menjadi kebiasaan positif masyarakat yang dilakukan secara sadar dan massif.

Edukasi bisa dilakukan melalui sosialisasi ke masyarakat, khususnya yang berada di wilayah-wilayah yang rawan bencana seperti longsor, banjir, rawan tsunami dan lain sebagainya.

Selain itu, edukasi juga bisa dilakukan di tiap sekolah, di organisasi masyarakat seperti PKK, Karang Taruna, atau di organisasi keagamaan maupun tempat ibadah.

Kita semua berharap edukasi akan bahaya bencana bisa segera dilakukan, dan warga masyarakat berhak untuk mendapatkan itu semua dari pemerintah, sehingga masyarakat dapat lebih siap menghadapi kemungkinan bencana yang terjadi. Edukasi kebencanaan adalah hak masyarakat yang harus dilaksanakan pemerintah.

Pemerintah lebih sering terlihat responsif pasca bencana terjadi, padahal tindakan preventif justru lebih penting dan perlu dikedepankan sebelum bencana itu terjadi.

Tak ada yang mau bencana itu terjadi. Disamping senantiasa memohon perlindungan kepada-NYA, pemahaman dan pengetahuan yang cukup dapat menjadi kompas yang bijak ketika semua itu terjadi.

[Nabire.Net]


Artikel Terkait

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.