Asosiasi Kelapa Sawit RSPO Dengar Tuntutan Langsung Warga Sima Dengan Meninjau Dusun Sagu Keramat Yang Digusur PT Nabire Baru

yerisiam

Perjuangan suku besar Yerisiam Gua sedang di meja mekanisme Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Dalam kujungan perwakilan RSPO ke Kampung Sima, Distrik Yaur, Kabupaten Nabire, mereka mendengar langsung tuntutan masyarakat terkait penggusuran dusun sagu keramat oleh PT. Nabire Baru, intimidasi lewat aparat Brimob, dan tanggung jawab sosial perusahaan yang hampir-hampir tidak ada di kampung itu.

Dua orang perwakilan RSPO Jakarta dan Malaysia mendatangi masyarakat Yerisiam di Kampung Sima, Distrik Yaur-Nabire. Rabu (28/9/2016). Bersama masyarakat dan perwakilan pimpinan PT. Nabire Baru, mereka turun ke Dusun Sagu keramat yang sempat digusur pada bulan April 2016 lalu oleh pihak perusahaan.

Setelah menijau Dusun Sagu, mereka mendatangi Kampung Sima, yang terletak tak lebih dari 2 KM dari Dusun. Pertemuan dengan masyarakat dilakukan di rumah adat Suku Yerisiam, 100 meter saja dari bibir pantai, berlangsung dari pukul 10.00 hingga sekitar pukul 13.00 WIT.

“Sejak awal di bulan Februari lalu, kami sudah bilang, Dusun Sagu ini tidak boleh digusur, ini perut kami. Semua orang Yerisiam dari berbagai sub suku dan kampung cari makan disitu. Tetapi mereka (perusahaan) tetap bongkar, tidak mau duduk dan bicara dengan semua, tidak tanya-tanya. Dari awal kami juga bilang tidak mau plasma,” ujar salah sorang perwakilan warga yang tidak mau sebutkan namanya di dalam pertemuan tersebut.

Gunawan Inggeruhi, salah seorang anggota masyarakat yang terkenal paling depan membela hak-hak masyarakat Yerisiam terhadap PT. Nabire Baru, mengatakan bahwa pertemuan hari itu adalah pertemuan pertama kali dalam sejarah kehadiran PT tersebut di wilayah adat Yerisiam Gua.

“Saya bersyukur pada Tuhan karena pertemuan yang bisa menghadirkan pimpinan perusahaan, semua perwakilan masyarakat, RSPO dibantu Yayasan Pusaka, bisa terjadi hari ini. Ini pertama kalinya kami bertemu muka di pertemuan resmi dengan pimpinan perusahaan,” ujarnya di dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh pimpinan induk perusahaan PT. Nabire Baru, Edi Suhardi mewakili PT. Goodhope yang menjadi anggota RSPO.

Selama ini, lanjut Gunawan, perusahaan hanya melakukan pembicaraan melalui oknum atau kepala-kepala koperasi di Kampung Sima.  “Kami ingin pertemuan yang melibatkan struktur masyarakat adat, bukan oknum atau koperasi saja, agar tidak ada stigma dan saling curiga antar masyarakat,” ujarnya.

Gunawan juga meminta agar RSPO dapat memberi petunjuk bagaimana mekanisme hukum agar Dusun Sagu dapat dilepaskan dari Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.

Aspirasi masyarakat mengerucut pada tiga hal dalam pertemuan tersebut. Mereka meminta Dusun Sagu tidak boleh digusur dengan pertimbangan apapun, menyusun Memorandum of Understanding (MoU) antara perusahaan dengan Suku Yerisiam Gua, dan anti rugi atas pohon-pohon sagu yang sudah dirusak pada penggusuran tanggal 12-16 April 2016.

Pertemuan yang difasilitasi RSPO itu dilakukan atas dasar pengaduan Yayasan Pusaka, atas permintaan masyarakat Suku Yerisiam, tertanggal 14 April 2016. Mereka meminta RSPO untuk melakukan verifikasi lapangan dan kompensasi dari PT. Nabire Baru atas aktivitas penggusuran Dusun Sagu. Pengaduan tersebut diajukan ke Panel Komplain RSPO sejak Mei 2016.

“Dasar komplain tersebut adalah adanya fakta bahwa informasi status dan rencana-rencana perusahaan tidak tersosialisasi dengan luas dan bebas kepada masyarakat (Free Prior Iinform Consent/FPIC), pelibatan aparat keamanan (brimob) dalam aktivitas perusahaan telah membuat masyarakat merasa tertekan, penggusuran dusun sagu bertentangan dengan prinsip RSPO karena tempat yang keramat dan penting bagi kelangsungan pangan masyarakat, serta bagaimana perusahaan bisa mengedepankan kepentingan masyarakat,” demikian penjelasan Y.L Franky, direktur pelaksana Yayasan Pusaka di dalam pertemuan tersebut.

Imam, perwakilan RSPO di Jakarta menegaskan bahwa RSPO bertujuan untuk memastikan agar PT. Goodhope, anggota RSPO yang merupakan induk perusahaan PT.Nabire Baru, menjalankan prinsip-prinsip produksi sawit yang berkelanjutan.

“RSPO hadir di tengah percepatan pertumbuhan industry kelapa sawit, untuk memastikan agar produksi dilakukan secara ramah sosial dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa pihaknya hendak memastikan bahwa pengembangan industri sawit oleh PT. Goodhope di Nabire harus bebas atau kecil konflik sosial, dan berkepentingan untuk mendudukkan pihak-pihak yang berkonflik untuk bisa berdialog.

Pertemuan Rabu itu menyepakati pembicaraan lanjutan terkait MOU antara perusahaan dan masyarakat yang rencananya akan dilakukan 10 Oktober mendatang, dalam pertemuan luas masyarakat Yerisiam Gua beserta 3 Koperasi (Saramoi, Bumiofi, Akaba) perusahaan serta pimpinan perusahaan.

RSPO sendiri merupakan Asosiasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan dari tujuh sektor industri minyak sawit, produsen kelapa sawit, pemroses atau pedagang kelapa sawit, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank dan investor, LSM pelestarian lingkungan atau konservasi alam, dan LSM sosial.

(Z.A/J.ubi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *