Ini Penjelasan Kakam Waharia Terkait Penolakan Penempatan Pasien Covid-19 di Kampungnya

Nabire – Warga kampung Waharia, Distrik Teluk Kimi, kabupaten Nabire, beberapa hari lalu melakukan aksi demo, menolak penempatan pasien covid-19 di salah satu pondok pesantren yang berada di kampung Waharia Atas, Distrik Teluk Kimi Nabire.
Aksi demo dilakukan di jalan poros waharia bawah, rabu pagi (13/05). Dalam aksi tersebut, warga menolak kehadiran pasien covid-19 di kampung Waharia Atas.
(Baca Juga : Tolak Penempatan Pasien Covid-19 di Kampungnya, Warga Waharia Gelar Aksi Demo)
Menurut warga, pasien covid-19 terlihat sering keluar masuk tempat karantina tanpa pengawasan yang tegas, sehingga dikhawatirkan beresiko menularkan covid-19 kepada warga.
Nabire.Net mencoba menggali lebih dalam apa yang menjadi keresahan warga Waharia sehingga menolak ditempatkannya pasien covid-19 di kampung mereka, dengan bertanya kepada Kepala Kampung Waharia, Welem Hey, Jumat sore (15/05).
Dijelaskan Kakam Waharia, awalnya di akhir bulan April lalu, warga masyarakat yang tinggal di sekitar pesantren mengeluh kepada kami. Warga mengaku resah bahwa pesantren tersebut dijadikan tempat penampungan pasien Covid-19.
“Kami sendiri tahu dan kaget bahwa pesantren itu dijadikan tempat penampung pasien covid-19 berdasarkan laporan dan keluhan masyarakat,” tutur Welem.
Lebih lanjut Welem mengatakan, menurut laporan warga, pasien covid-19 di pesantren tersebut, sering berkeliaran dan berbelanja di kios sekitar pesantren, kemudian masyarakat melaporkan hal itu ke pemerintah kampung.
“Di bagian belakang lokasi pesantren itu kan ada rumah penampungan pasien, namun belum ada pagar seng dan aksesnya langsung menuju ke rumah warga, sehingga pasien covid bisa bebas keluar melalui bagian belakang tempat penampungan, sementara posko TNI/Polri berada di belakang pesantren, sementara 100 meter ke bagian belakang penampungan pasien tidak dikontrol,” beber Welem.
Selain itu, penetapan lokasi pondok pesantren sebagai tempat penampung pasien covid-19 juga tanpa pemberitahuan ke pemerintah kampung dan warga masyarakat.
“Setelah ada laporan dari warga baru kami pemerintah kampung tahu bahwa disitu ada tempat penampung pasien covid-19 kabupaten Nabire,” kata Kepala Kampung, Welem Hey.
Pertemuan Yang Melahirkan Surat Kesepakatan Bersama Penolak Pasien Covid-19
Keluhan dari warga masyarakat kampung Waharia dan rencana penolakan terhadap pasien covid-19 tersebut akhirnya diketahui publik. Kepala kampung kemudian dihubungi oleh Kapolsek Nabire kota dan juga Asisten I Setda Nabire.

“Asisten I akhirnya meminta diadakan pertemuan dengan masyarakat kampung. Tanggal 5 Mei diadakan pertemuan di Kantor Desa yang dihadiri semua aparat kampung, dan tokoh-tokoh masyarakat di kampung dan dihadiri asisten I setda dan perwakilan satgas covid-19 yang diwakilkan kepada Danramil dan Kapolsek Nabire Kota,”ungkapnya.
Dalam pertemuan tersebut masyarakat juga menyerahkan surat kesepakatan bersama penolakan pasien covid-19 yang disampaikan kepada Kapolsek Nabire Kota yang hadir di pertemuan tersebut.
Aksi Demo Digelar
Setelah pertemuan itu, masyarakat mencoba berkoordinasi dengan Sekda Nabire, tetapi karena tidak ada titik temu antara masyarakat dengan Sekda, masyarakat memutuskan untuk menggelar aksi demo tanggal 13 Mei 2020.
“Pada hari H pelaksanaan aksi demo, masyarakat sebenarnya berencana melakukan aksi protes di lokasi pesantren, namun hal itu dicegah oleh pihak TNI/Polri”, kata Welem.
Usai aksi demo tersebut, Welem Hey dihubungi oleh Kapolsek Nabire Kota dan Sekda Nabire untuk memberitahukan bahwa para pasien covid-19 tersebut akan direlokasi ke tempat lain pada hari sabtu (16/05).
Kepada Kepala Kampung, Sekda Nabire, Daniel Maipon meminta maaf kepada masyarakat kampung terkait tidak adanya pemberitahuan kepada warga masyarakat berkaitan dengan dijadikannya pesantren di Waharia atas tersebut sebagai lokasi isolasi pasien covid-19.
Sekda juga meminta waktu kepada warga masyarakat kampung agar pemerintah menyiapkan tempat isolasi baru bagi pasien covid-19 yang berada di pesantren.
Welem Hey sendiri mengatakan bahwa aksi yang dilakukan masyarakat tersebut tidak bermaksud untuk menentang kebijakan pemerintah dan juga tidak ada unsur SARA, namun murni sebagai keresahan masyarakat.
[Nabire.Net]


Leave a Reply