Agus Sumule: Sekolah Sepanjang Hari Bukan Ubah Kurikulum, Tapi Tekankan Disiplin dan Kesetaraan

Nabire, 1 Agustus 2025 – Program Sekolah Sepanjang Hari (SSH) yang segera diluncurkan Pemerintah Provinsi Papua Tengah bukanlah upaya mengubah kurikulum, melainkan menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dan kesetaraan dalam pendidikan.
Hal itu ditegaskan oleh Dr. Agus Sumule, akademisi dari Universitas Papua (UNIPA), saat menjadi narasumber dalam Rapat Koordinasi Implementasi SSH yang digelar di L-Price Resto, Nabire, Kamis (31/7/2025).
“Intinya, SSH itu tidak mengubah apa-apa. Kurikulumnya tetap sama. Tapi prinsip-prinsip di sekolah berasrama, seperti disiplin dan pembentukan karakter, itu yang kita bawa ke sekolah-sekolah biasa,” jelas Dr. Agus.
Menurutnya, SSH hadir bukan sekadar memperpanjang waktu belajar, tetapi menjadikan sekolah sebagai ruang pembinaan holistik bagi anak-anak, terutama di daerah tertinggal. Nilai gizi, interaksi sosial lintas budaya, hingga kecerdasan emosional menjadi bagian penting dari pendekatan baru ini.
Sebagai bentuk dukungan konkret, UNIPA akan menugaskan enam lulusan FKIP di setiap sekolah sasaran. Mereka akan langsung mengisi kekosongan tenaga pengajar jika guru tidak tersedia. “Kalau tidak ada guru, keenam orang ini akan mengajar semua mata pelajaran. Tapi kalau guru sudah lengkap, mereka bantu sesuai kebutuhan,” ujarnya.
Sumule juga mengkritisi seringnya perubahan kurikulum nasional yang dinilai membingungkan peserta didik. Untuk itu, ia menyarankan fokus pada enam literasi dasar : baca-tulis, matematika, sains, digital, finansial, dan kewarganegaraan.
“Enam literasi ini tidak akan pernah usang. Apapun kurikulumnya, anak-anak tetap harus bisa baca, berhitung, paham teknologi, dan punya kesadaran sebagai warga negara, ” tegasnya.
Lebih jauh, Sumule menekankan pentingnya kesetaraan akses pendidikan bagi seluruh anak-anak Papua, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil. “Anak-anak di kampung terpencil tidak boleh berbeda dengan anak di kota atau Jakarta. Tuhan menciptakan semua manusia setara,” katanya.
Ia mengaku ide tentang SSH lahir dari keprihatinannya saat mengajar mata kuliah demografi di Fakultas Pertanian. “Dari data demografi, saya tahu banyak anak Papua tidak sekolah. Maka saya berpikir, bagaimana menciptakan model pendidikan yang bisa menjangkau mereka. Dari situlah SSH ini lahir,” jelas Sumule.
Meski bukan berlatar belakang FKIP, ia menegaskan bahwa kepedulian terhadap pendidikan tidak harus dibatasi oleh disiplin akademik. “Saya bukan guru dalam arti formal, tapi saya tahu bahwa guru harus hadir. Dan saya mau terlibat agar itu terjadi,” pungkasnya.
Program Sekolah Sepanjang Hari rencananya akan diluncurkan resmi oleh Gubernur Papua Tengah pada 17 Agustus 2025, sebagai bagian dari kebijakan prioritas dalam meningkatkan mutu pendidikan di wilayah 3T.
[Nabire.Net/Musa Boma]
Tinggalkan Komentar