Lapangan Terbang Perintis Di Meepago Perlu Dipertahankan Sebagai Saksi Penting Awal Peradaban
(Modio, Dogiyai)
Nabire – Keberadaan penerbangan perintis di Papua sudah cukup lama berlangsung, bahkan sejak jaman penjajahan Belanda. Satu-satunya cara untuk mengeksploitasi sulitnya medan di Papua yakni dengan penerbangan perintis.
Berbagai maskapai penerbangan perintis silih berganti beroperasi di Papua, dari maskapai penerbangan milik penjajah Belanda yaitu KNILM, kemudian penerbangan misi seperti MAF dan AMA, hingga maskapai milik Merpati, hingga kini Susi Air.
Sebelum jalan darat dibuka dari wilayah Nabire ke berbagai daerah di pegunungan tengah Papua, semua perjalanan dilakukan menggunakan pesawat perintis.
Penerbangan perintis ini sangat membantu mobilitas penumpang hingga distribusi barang. Dari Enarotali Paniai, Moanemani Dogiyai, Mapia atau Modio Dogiyai, pesawat perintis sering memuat hasil pertanian hingga kopi ke Nabire.
Namun setelah akses darat mulai lancar, keberadaan sejumlah lapangan terbang perintis mulai sepi, seperti terlihat pada lapangan terbang Modio, Dogiyai.
Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, kepada Nabire.Net, Minggu (23/06) menuturkan, lapangan terbang Modio dan lapangan terbang perintis lainnya di wilayah Meepago, harus tetap dipertahankan keberadaannya sebagai saksi penting awal peradaban dan saksi keberadaan penerbangan perintis dulunya.
Lapangan terbang perintis tak boleh dialihfungsikan menjadi pemukiman atau bangunan lain. Namun lapangan tersebut bisa dimanfaatkan untuk kegiatan atau acara budaya maupun acara keagamaan yang melibatkan banyak orang.
“Lapangan terbang perintis perlu terus dipertahankan keberadaannya, karena lapangan tersebut adalah saksi penting awal peradaban di Paniai, Dogiyai, Deyai maupun Intan Jaya”, tutup Hari.
[Nabire.Net]



Leave a Reply