Sengketa Pulau Ahe Belum Usai

Sengketa masalah lokasi wisata Pulau Ahe, hingga kini belum juga terselesaikan. Masih ada pihak yang mempertahankan pengelola sebelumnya, Mr. Arne untuk tetap mengelola lokasi wisata itu. Namun di lain pihak, ada juga kelompok masyarakat lainnya yang menuntut agar pria asal Belanda itu (Mr. Arne) tidak lagi mengelola Pulau Ahe. Walaupun persoalan ini sudah dibawa hingga ke Kantor DPRD Nabire, namun belum juga ada keputusan untuk menyelesaikan sengketa Pulau Ahe tersebut.

Sengketa soal Pulau Ahe ini sebenarnya sudah dilakukan beberapa kali pertemuan untuk mencari penyelesaian. Pertemuan demi pertemuan yang melibatkan pihak-pihak terkait, juga termasuk dari pemerintah daerah, belum menemukan titik temu. Pertemuan yang digelar di Ruang Bamus Kantor DPRD Nabire pada Jumat (24/5), pun belum menuntaskan persoalan. Bahkan sekelompok masyarakat menyayangkan pertemuan yang digelar di Kantor Wakil Rakyat yang juga belum bisa menuntaskan persoalan yang terjadi. Menurut rencana, akan dilakukan lagi pertemuan di Kantor DPRD Nabire dalam waktu dekat ini.

Pantauan media ini saat pertemuan di Kantor Dewan, selain dihadiri oleh dua kelompok masyarakat yang berselisih paham, pihak pemerintah daerah beserta instansi terkait, serta para wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD Nabire.
Awal pertemuan, Wakil Ketua I DPRD Nabire, Yehuda Gobai meminta penjelasan kepada pemerintah daerah terkait terbitnya surat yang berisikan untuk menarik Mr. Arne dan mengembalikan pengelolaan lokasi wisata Pulau Ahe kepada masyarakat setempat.

Pemerintah daerah melalui Wakil Bupati Nabire, Mesak Magai, S.Sos, M.Si, menjelaskan, lahirnya surat dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan masalah Pulau Ahe berangkat dari pertemuan tanggal 8 April di Polres Nabire. Setelah itu, dengan melihat kondisi persoalan di Pulau Ahe tentang ada kelompok tertentu yang pro dengan Mr. Arne namun ada juga kelompok lain yang tidak mengijinkan Mr. Arne bertempat di Pulau Ahe.

“Berkaitan dengan hal ini, kami pemerintah daerah punya prinsip bahwa kami back up masyarakat lokal. Pemda memfasilitasi masyarakat dengan berbagai aset terutama di daerah-daerah wisata sehingga lebih baik Pulau Ahe dikelola oleh masyarakat lokal,” kata Wabup Mesak.

Di dalam keputusan pemerintah daerah yang dikeluarkan, pertama, awalnya masyarakat Pulau Mambor selama ini hidup di dalam satu kerukunan yang utuh, baik kekeluargaan.  Namun hanya karena Mr. Arne beraktifitas di Pulau Ahe belakangan terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Sehingga diputuskan agar Mr. Arne meninggalkan Pulau Ahe dan bergabung dengan pemerintah daerah sebagai mitra kerja.

“Mr. Arne bisa buka kantor di Dinas Pariwisata dengan catatan dia buka travel untuk turis atau wisatawan untuk semua potsni wisata yang ada di Nabire. Sehingga Arne tidak lagi beraktifitas di Pulau Ahe, bukan lagi menarik hak ulayat atau tarif turis tapi Arne Pemda pakai sebagai travel turis,” tambahnya.

Kedua, kata Wabup Mesak, pengelolaan terhadap Pulau Ahe kita kembalikan ke masyarakat.  Beberapa tempat penginapan yang dibangun oleh Dinas Pariwisata Provinsi Papua beberapa waktu silam, pada tahun 2010 sudah dihibahkan kepada Pemda Nabire. Sehingga aset milik Pemda di Pulau Ahe diserahkan kepada masyarakat lokal untuk mereka sendiri yang kelola. Tetapi bilamana ada tempat-tempat tertentu yang perlu dibangun, maka dinas terkait akan back up dan akan dibangun untuk kepentingan masyarkat.

Point ketiga dalam surat keputusan pemerintah daerah, kata Wabup Mesak, masyarakat Kampung Mambor yang sementara terjadi pro dan kontra itu harus bersatu. Satu di dalam satu wadah usaha bisa berbentuk koperasi maupun yayasan untuk mengelola tempat wisata yang ada di sekitar Pulau Ahe.
Keempat, lanjutnya, selagi pemerintah daerah siapkan Peraturan Daerah (Perda) sementara kita jaminkan dengan keputusan ini. Sementara kita sedang konsentrasi untuk siapkan Perda untuk semua tempat wisata di Kabupaten Nabire.

“Keputusan ini tetap berlaku, bukan kita untuk cari kepentingan tertentu tapi Pulau Ahe dikelola oleh masyarakat sendiri. Saya minta dukungan kepolisian kalau Arne mulai Senin beraktifitas kembali ke Pulau Ahe maka akan saya laporkan kepada Polisi untuk tangkap agar masyarakat tidak terjadi pro dan kontra,” tuturnya.

Ditegaskan Wabup Mesak, saat kunjungannya pada Rabu pekan lalu, kita sudah sepakati bahwa pada hari Minggu dua kelompok yang berselisih pendapat ini akan mengadakan perdamaian di gereja. Tetapi ada pihak tertentu yang laporkan ke DPRD, sehinga dilakukan pertemuan bersama pihak-pihak terkait di DPRD Nabire ini.

Hingga di akhir pertemuan di Kantor DPRD Nabire, belum ada solusi yang dihasilkan untuk mengakhiri sengketa Pulau Ahe ini. Kedua belah pihak yang bersengketa tetap bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing. Sementara pertemuan yang difasilitasi oleh wakil rakyat yang diharapkan bisa menghasilkan solusi, ternyata berakhir tanpa keputusan. Informasinya, masih akan dilakukan pertemuan lanjutan untuk menuntaskan sengketa ini.

Sesaat setelah pertemuan, kelompok masyarakat merasa kecewa karena tidak ada keputusan yang dihasilkan saat pertemuan di Kantor DPRD Nabire itu. Kekecewaan masyarakat berbuntut terjadinya perang mulut. Kelompok masyarakat yang kontra pun tetap menuntut agar pria asal Benalda itu tidak lagi mengelola lokasi wisata Pulau Ahe.

(Sumber : PapuaPos Nabire)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *