Natalius Pigai Soroti Rasialisme Terhadap Mahasiswa Papua

(Natalius Pigai)

Jayapura – Usir Papua, Usir Papua, Papua monyet, babi, dan sebagainya di Surabaya. Politik rasialisme sudah tumbuh subur di Surabaya, Yogya, Semarang, Malang, dan lain sebagainya.

Saya teringat kata-kata Jokowi pada debat Capres 30 Maret 2019 bahwa soal Alutsista kita kuat tetapi bangsa ini lemah karena 714 suku dan 1000 bahasa.

Bukankah tesis Prabowo pada tahun 2030 Indonesia bubar mulai jadi kenyataan ? Mungkin saja. Negara terakhir di dunia yang bukan pecah tetapi dipecahkan PBB adalah Sudan Selatan dan Utara, karena perang horisontal Suku dan Agama.

Orang Sumatera, Sulawesi, orang Indonesia Timur tidak bisa biarkan Suku-suku berkarakter rasis memimpin Indonesia 74 tahun. Di tangan suku bernaluri rasis ini, suku lain dianggap babu dan hamba, makin lama negara ini akan terancam dalam perang suku dan agama karena saling usir dan balas dendam antar suku.

Saya meneliti dan melihat dari dekat semua wilayah ini memiliki potensi untuk itu. Saya juga berkeyakinan orang Sumatera (minus Batak Kristen) berimajinasi negara bangsa baru. Demikian pula Sulawesi (utara sendiri) dan Maluku. Kalimantan memiliki ikatan dan dendam masa lalu dengan Suku ini.

Bagi bangsa saya, bangsa Papua Melanesia sudah 60 tahun bertarung dan perang melawan aparat bersenjata (TNI/Polri) tetapi bangsa saya tidak pernah benci dengan jutaan orang yang mengadu nasib meskipun hidup pas-pasan dan menderita di seluruh bumi Papua tanah Melanesia. Orang Papua sudah ribuan nyawa melayang karena kekerasan dan kejahatan sudah menua.

Sebagai pembela kemanusiaan, Saya meminta soal suku jangan dipermainkan, karena ini soal harga diri dan martabat. Jangan coba-coba memasuki garis merah (Red Line) !

Penulis, Natalius Pigai, aktivis kemanusiaan/korban rasialisme di Indonesia

[Nabire.Net]


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *