Ketua DPC Hanura Nabire Minta Pengusaha Transportasi Lebih Menghormati Budaya Masyarakat Lokal

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Kabupaten Nabire, Abner Kalem menilai terjadinya pemalangan jalan terutama ke arah pedalaman oleh masyarakat lokal disebabkan oleh  dua hal yakni sikap pengusaha termasuk sopir yang merasa diri hebat karena dibacking oleh aparat khususnya pengusaha yang berduit dan juga ulah aparat di jalan.

Hal ini diungkapkan Abner Kalem ketika dimintai tanggapannya soal pemalangan jalan yang dilakukan oleh masyarakat setempat di sepanjang jalan Nabire-Ilaga beberapa waktu terakhir ini, termasuk pemalagan di Topo beberapa hari terakhir.

Akibat pemalangan jalan oleh masyarakat, arus transportasi darat dari Nabire ke pedalaman dan sebaliknya terputus. Akibatnya, penumpang yang hendak ke pedalaman maupun dari pedalaman ke Nabire tidak lancar, para sopir mogok dan tidak mau melayani masyarakat. Pemalangan yang panjang terjadi ketika ada kusus tabrakan oleh kendaraan terhadap masyarakat lokal

Oleh sebab itu, Kalem yang juga Caleg DPRD Provinsi Papua mewakili daerah Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai dan Timika dari Partai Hanura ini meminta kepada setiap pengusaha yang ada, khususnya pengusaha yang berduit jangan mengandalkan backing oleh aparat dan merasa hebat lalu mengabaikan masyarakat tetapi hendaknya menghargai masyarakat lokal dengan ciri khas budayanya.

Pengusaha diminta tidak mengandalkan  backing aparat untuk mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mengabaikan kemampuan masyarakat tetapi hendaknya belajar karakteristik budaya masyarakat lokal. Karena, kalau kita masuk di daerah orang, belajar dulu budaya setempat, kita masuk di rumah orang, harus kita belajar kebiasaan setempat. Jangan mengandalkan perlindungan aparat lalu mengabaikan masyarakat lokal. Apabila, pengusaha tidak menghargai budaya lokal, akan berbenturan dan muncul masalah kemudian.

Kalem mengingatkan, budaya orang Papua itu keras. Karena itu, ketika pengusaha tidak belajar budaya setempat, masyarakat akan menunggu waktu, kapan ada masalah. “Kou tunggu e, nanti ada masalah baru kita lihat,” tutur Kalem memberi contoh tipikal masyarakat lokal.

Dari beberapa kasus pemalangan di jalan, masyarakat palang minta bayar ganti rugi hewan, ternak dan tabrak lari. Akibat perbuatan satu dua sopir, semua angkutan yang melintas di jalan trans ikut ditagih karena masyarakat palang jalan. Akibatnya para sopir juga mengeluh, banyak palang dan pungutan liar di jalan. Bahkan ketika ada tabrakan yang menelan korban, seperti di Topo, para sopir mogok karena besaran uang palang besar.

Untuk menghindari hal-hal seperti ini, Kalem menilai pengusaha termasuk para sopir tidak mengandalkan backingan aparat dan tidak mengejar keuntungan besar tetapi hormati juga kebiasaan masyarakat setempat.

Kepada aparat juga Kalem menghimbau tidak membuat ulah banyak di jalan tetapi hendaknya menghargai budaya masyarakat dan mengedepankan tugas pelayanan secara merata, tidak hanya melindungi pengusaha yang berduit tetapi juga kepada masyarakat. Karena aparat ada untuk melayani masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *