Kampak Papua Minta BPK Segera Audit 124 Perusahan Tambang Di Papua

Salah satu aktivis anti korupsi di Papua, John Rumkorem mengatakan bahwa potensi korupsi terbesar ada di sektor pertambangan. Terkait hal itu, dirinya meminta ketegasan pemerintah melalui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk meminta ketegasan langsung kepada lembaga pemeriksaan keuangan Negara agar mengaudit Dinas Pertambangan & Energi propinsi Papua terkait persoalan tumpang tindih IUP, yang diduga berpotensi merugikan keuangan negara.

Hal tersebut sudah pernah dilaporkan John langsung ke Kantor BPK RI, 9 Desember 2017 lalu, namun hingga saat ini belum ada follow up dari pihak BPK terkait laporan John Rumkorem.

Dari data yang ada, John Rumkorem melihat potensi kerugian negara dalam persoalan ini, dilihat dari tahapan pemberian IUP/WIUP, yang mana tahapan tersebut tidak dilihat dari resiko bahaya pada hutan lindung, penerbitan IUP/WIUP, perusahaan tersebut tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), namun tetap mendapatkan IUP, padahal perusahaan pemegang IUP tidak memiliki Study kelayakan yang baik.

“Ada perusahaan yang tidak berkomitmen menyetor dana jaminan reklamasi dan pasca tambang, namun tetap mendapatkan IUP, sedangkan komitmen yang ada alokasi dana jaminan dari perusahaan merupakan prasyarat untuk mendapatkan izin operasi produksi pertambangan, tumpang tindih perusahan yang disebabkan karena status Non-Clean and Clear dari sebuah IUP, Tunggakan pembayaran pajak dan penerimaan negara yang tidak diawasi dan ditagih dengan baik”, imbuh John.

Akibat hal itu, penerimaan negara menjadi tersendat dan dapat berpotensi menimbulkan kerugian negara jika tunggakan tersebut tidak ditagih.

Kampak Papua menyurati BPK RI karena berdasarkan investigasi di lapngan, ada dugaan telah terjadi kerugian negara yang berasal dari sektor pertambangan, berdasarkan surat edaran dari Direktorat Jenderal Mineral Dan Batu Bara No 07.E/35/DJB/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran/Penyetoran Penerima Negara Bukan Pajak dan Penerimaan Non Anggaran Secara Elektronik dari Sumber Daya Alam Mineral dan Batu Bara, dan mengisi kolom keterangan atas jenis pembayaran Pokok Iuran Tetap periode tahun 2013,2014 dan 2015.

Surat edaran ini ditujukan kepada 124 perusahan di propinsi Papua. Oleh karena John meminta ketegasan langsung kepada Ketua BPK RI untuk mengaudit beberapa poin-poin yang disampaikan diatas karena berdasarkan laporan masyarakat kepada Kampak Papua, ada penyimpangan prosedur atau praktek maladministrasi yang dilakukan oleh instansi terkait.

“Saya pikir laporan masyarakat ini sudah tepat sasaran karena berdasarkan UU nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, masyarakat punya hak untuk memberikan informasi dan melaporkan sesuai Bab VI Pasal 8 dan ,” tegas John.

Bukan saja dari UU No 28 tahun 1999, tapi juga diamanahkan dalam Peraturan Mentri Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Di Lingkungan Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral yang tertulis dalam Bab II, pasal 2 pada bagian a, b, dan c tentang penyalahgunaan kewenangan, pelayanan masyarakat dan korupsi, kolusi, dan nepotisme dan pungutan liar.

Dari dasar undang-undang ini, maka Kampak Papua meminta Ketegasan langsung kepada BPK RI untuk mengaudit Dinas Pertambangan Propinsi Papua sebagaimana Hutang Pajak PNBP (Penerima Negara Bukan Pajak) yang sudah disampaikan melalui bukti laporan.

[Nabire.Net]


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *